Gunung Argopuro: Anugerah Keindahan Alam Indonesia

gunung

 

Citizen6, Jakarta Dari Pulau Weh hingga Papua, Indonesia menyimpan keindahan tiada tara akan pemandangan alamnya. Gunung Argopuro merupakan salah satu diantara sekian keindahan alam yang dimiliki Indonesia. Gunung ini berada di ketinggian 3.088 mdpl dan terletak di Kalianan kecamatan Krucil kabupaten Probolinggo. Ada dua jalur pendakian resmi yaitu Jalur Desa Baderan, Kecamatan Sumber Malang, Situbondo dan Jalur Desa Bremi, Kecamatan Krucil, Probolinggo.

Pendakian dimulai dari Desa Baderan, tak jauh dari kantor Kementrian Kehutanan di Baderan terdapat sebuah gapura yang bertuliskan “Kawasan Wisata Gunung Argopuro”. Gapura tersebut memberitahu setiap pendaki yang melewatinya bahwa pendakian akan segera dimulai. Selepas melewati gapura tersebut, jalur pendakian didominasi oleh batuan koral yang melintasi perumahan serta perkebunan warga sekitar. Sering kali kami berpapasan dengan warga yang sedang mengendarai motornya dan membawa hasil kebun untuk dibawa ke desa dan dijual.

Setelah melewati alun-alun besar, terdapat Padang Cikasur. Di sinilah salah satu kekayaan alam Gunung Argopuro yang berupa padang savanna yang  luas. Di Padang Cikasur terdapat aliran sungai dengan air yang sangat jernih. Sungai tersebut dikenal dengan Lembah Cikasur.

Padang Cikasur juga memiliki cerita tersendiri ketika Indonesia masih berada dalam zaman penjajahan. Konon, tentara Jepang ingin mendirikan sebuah lapangan terbang di sana. Hal tersebut didukung dengan bukti di Cikasur terdapat sisa-sisa pondasi bangunan yang sudah terbengkalai, menandakan proses pembangunan lapangan terbang itu yang belum rampung sepenuhnya.

Padang Cikasur merupakan tempat yang sungguh mengesankan. Selain sumber air yang melimpah, pemandangan yang sangat indah, serta suara-suara khas burung merak yang juga merupakan satwa di gunung ini. Sesekali kami menjumpai merak sedang minum di Lembah Cikasur, ada pula yang berada diatas pohon-pohon sekitar.

“Untuk gunung dengan kawasan wisata, Argopuro adalah gunung dengan tingkat adventure dan wilderness yang sangat tinggi,” kata Dion Rezha Pratama, anggota yang tergabung di bawah organisasi Mahitala Universitas Parahyangan Bandung.

Setelah kami sampai dipadang rumput, kami langsung mendaki puncak Rengganis. Puncak Rengganis dapat ditempuh dengan hanya 15 menit dari padang rumput. Puncak argopuro didominasi oleh medan berbatu tetapi banyak pepohonan tinggi, sementara puncak Rengganis didominasi oleh batu koral dengan medan sangat terbuka tanpa pohon.

Di beberapa titik batu tersebut terdapat asap-asap karena memang puncak Rengganis adalah puncak gunung api yang masih aktif. Sampai di puncak Rengganis, satu hal yang membuat kami takjub adalah terdapat sisa sisa bangunan menyerupai pura yang sudah terbengkalai.

Dipuncak Rengganis sendiri terdapat beberapa barang-barang yang dijadikan sesajen oleh para pendaki karena mitos digunung tersebut yang masih amat kuat. Disisi lain puncak rengganis terdapat 2 buah batu-batu yang disusun menyerupai makam. Hal ini membuat mitos di argopuro semakin kuat dan mistis.

Danau Taman Hidup ini merupakan salah satu kekayaan gunung Argopuro juga. Akan tetapi, Taman Hidup hanya dapat ditempuh melalui jalur Desa Bremi. Jika dibandingkan, ini sama saja dengan Padang Cikasur yang hanya dapat ditempuh melalui jalur Baderan.

Taman hidup merupakan danau yang sangat luas, kurang lebih seluas 1 km2. Saat kami sampai di Taman Hidup, terlihat warga sekitar dari desa Bremi sedang asik memancing. Warga sekitar mengaku bahwa di Taman Hidup terdapat ikan-ikan nila berukuran cukup besar yang enak untuk dimasak. Ketika kami berada disana, keadaan cuaca cerah, akan tetapi sesekali kabut turun  menyelimuti seluruh danau Taman Hidup.

Pengirim:

Angelica Lavenia Alessandre
Sumber : http://news.liputan6.com/read/2069027/gunung-argopuro-anugerah-keindahan-alam-indonesia

By ehajulaeha027 Dikirimkan di News

Ketua MPR Temui Jokowi Bahas Pelantikan Presiden

Liputan6.com, Jakarta – Ketua MPR dan beberapa wakilnya sore ini mengunjungi rumah dinas Gubernur DKI Jakarta di Jalan Taman Suropati, Nomor 7, Menteng, Jakarta Pusat. Mereka datang untuk bertemu Presiden terpilih Joko Widodo atau Jokowi.

Para pimpinan MPR yang terdiri dari Ketua MPR Zulkifli Hasan dan para wakilnya yaitu Oesman Sapta Odang, EE Mangindaan, dan Mahyudin. Sedangkan Wakil Ketua MPR lainnya, Hidayat Nur Wahid, tampak tidak hadir.

Sedangkan Jokowi dalam pertemuan itu di didampingi Wakil Presiden terpilih Jusuf Kalla (JK) dan Kepala Staf Tim Transisi Jokowi-JK Rini Soemarno.

Jokowi sendiri sebelumnya mengatakan, kalau pertemuan tersebut untuk membahas mengenai pelaksanaan pelantikan dia dan JK yang akan dilakukan pada 20 Oktober 2014. “Agendanya itu, Ketua MPR membicarakan soal acara nantinya masuk gedung seperti apa,” ujar Jokowi, Rabu (13/10/2014).

Senada dengan Jokowi, Zulkifli Hasan sebelumnya juga mengatakan kalau pertemuan itu untuk membicarakan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih.

“Saya bersama pimpinan akan berkunjung ke Jokowi untuk menyampaikan undangan sekaligus silaturahmi,” kata Zulkifli Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat.

Setelah pimpinan MPR bertemu Jokowi membahas pelantikan tersebut, MPR selanjutnya akan mengatur jadwal pertemuan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).  “Pimpinan juga akan berkunjung ke Pak SBY untuk menyampaikan undangan sekaligus silaturahmi. Rencananya hari ini juga ke Pak Boediono rapim dan silaturahmi,” tutur dia.

Menurut politisi PAN itu, apa yang dilakukan MPR untuk membuktikan kepada publik bahwa tidak ada upaya penjegalan pelantikan Jokowi dari parlemen yang didominasi Koalisi Merah Putih (KMP).

Masih kata Zulkifli, MPR juga akan mengundang Prabowo Subianto yang menjadi lawan Jokowi saat Pemilu Presiden 9 Juli lalu. Menurut dia, hal tersebut bisa berdampak positif terhadap penilaian masyarakat, satu sama lain saling berkunjung.

“Mengutamakan politik kebangsaan, kalau sudah kepentingan bangsa mereka akan bersatu. Insya Allah semua akan diundang,” tandas Ketua MPR Zulkifli Hasan di rumah Jokowi. (Sss)

Credit: Sunariyah

By ehajulaeha027 Dikirimkan di News

ANOTASI BIBLIOGRAFI DARI JURNAL DAN EBOOK TENTANG PENGOLAHAN RUMPUT LAUT

1.  Judul   : Pengaruh substitusi tepung terigu dan tepung rumput    laut   Sargassum sp terhadap kandungan zat gizi dan kesukaan MP-ASI Biskuit kaya Zat Besi
Nama Pengarang  : Nina Sakinah
Tahun Terbit   : 2012
Penerbit   :  Program  Studi  Ilmu  Gizi,  Fakultas  Kedokteran,
Universitas Diponegoro
a.  Kata  kunci  :  Anemia  defisiensi  besi,  kandungan  zat  gizi,  MP-ASI  biskuit,
tepung sargassum sp
b.  Isi pokok artikel
Artikel  jurnal  penelitian  ini  berisi  tentang  penelitian  yang  dilakukan penulis  terhadap  analisis  pengaruh  variasi  substitusi  tepung  rumput  laut
terhadap kandungan gizi meliputi zat besi, protein, karbohidrat, lemak, serat
kasar,  air  dan  abu  serta  kesukaan  yang  meliputi  warna,  aroma,  rasa,  dan
tekstur  MP-ASI  biskuit.  Penelitian  ini  dilatar  belakangi  karena  adanya
masalah  anemia  yang  terjadi  pada  anak-anak  terutama  yang  banyak  terjadi dinegara  berkembang.  Sekitar  300  juta  anak  usia  12-24  bulan  mengalami anemia  dan  hampir  50  %  kasus  anemia  yang  terjadi  merupakan  anemia defisiensi  zat  besi.  Salah  satu  faktor  penyebab  anemia  defisiensi  zat  besi adalah  kurangnya  asupan  makanan  tinggi  zat  besi.  Dan  alternatif  yang dilakukan  dalam  mengatasi  masalah  tersebut  yaitu  dengan  meningkatkan asupan  yang  dibutuhkan  untuk  dapat  memenuhi  kecukupan  zat  besi  pada anak.  Salah  satu  makanan  yang  dapat  dikonsumsi  oleh  anak  usia  12-24 sebagai MP-ASI adalah biskuit.
Pengkayaan kandungan  zat besi bisa dilakukan  dengan memanfaatkan
bahan pangan lokal seperti rumput laut. Jenis rumput laut  yang mempunyai kandungan zat besi dengan bioavailabilitas yang tinggi adalah  Sargassum sp.
Kadar zat besi rumput laut Sargassum sp  sebesar 68,2 mg/100 g berat kering
dengan bioavailabilitas sebesar 22%.
Metode  penelitian  yang  dilakukan  dalam  penelitian  ini  merupakan
penelitian  dalam  bidang  food  production.  Penelitian  ini  termasuk  penelitian eksperimentaldengan  rancangan  acak  lengkap  satu  faktor  yakni  persentase substitusi  tepung  rumput  laut  Sargassum  sp  terhadap  tepung  terigu  pada produk  MP-ASI  biskuit.  Formula  substitusi  tepung  terigu  dengan  tepung rumput laut  Sargassum sp  dilakukan lima taraf perlakuan yaitu 100:0, 90:10, 85:15,  80:20  dan  75:25  dimana  setiap  perlakuan  dilakukan  tiga  kali pengulangan. Penelitian utaman meliputi pembuatan MP-ASI biskuit dengan substitusi  tepung  rumput  laut  Sargassum  sp,  uji  kandungan  zat  gizi  dan  uji kesukaan. Kandungan yang dianalisis adalah protein,  lemak, kadar air, kadar abu,  karbohidrat,  serat  kasar  dan  zat  besi.  Sedangkan  penelitian  terhadap kesukaan  meliputi  penilaian  warna,  aroma,  rasa,  dan  tekstur  dari  MP-ASI
biskuit. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini yaitu :
1)  Kandungan Zat Gizi MP-ASI Biskuit
Berdasarkan hasil penelitian kadar zat besi MP-ASI  biskuit dengan
berbagai  variasi  substitusi  tepung  rumput  laut  Sargassum  sp  berkisar
antara  78,2-50,93  ppm.  Berdasarkan  SNI-01-7111.2-2005  persyaratan
untuk  kadar  zat  besi  MP-ASI  biskuit  usia  12-24  bulan  adalah  maksimal
50,00  ppm.  Hasil  penelitian  menunjukkan  kadar  protein  MP-ASI  biskuit
berkisar  antara  4,23-4,25%  sedangkan  kadar  protein  yang  sesuai persyaratan  adalah  6%.  Untuk  kadar  karbohidrat  MP-ASI  biskuit  yang
dihasilkan  berkisar  antara  62,43%-65,35%.  Dan  kandungan  karbohodrat
pada  MP-ASI  biskuit  ini  memenuhi  persyaratan  karena  syarat  untuk
karbohidrat  minimal  30%.  Selanjutnya  kadar  lemak  MP-ASI  biskuit
berkisar antara 23,67%-26,67 dan kadar protein  yang sesuai persyaratan
adalah  6%.  Untuk  kadar  serat  yang  dihasilkan  yaitu  5,94%-7,93%.  Nilai
kadar  serat  yang  dihasilkan  lebih  tinggi  daripada  persyaratan  yakni  5%.

Sedangkan  untuk kadar air yang dihasilkan 3,50%-4,07% dan persyaratan
kadar air dalam biskuit maksimal adalah 5%. Dan untuk kadar abu  yang
dihasilkan  yaitu  berkisar  antara  1,99%-3,51%.  Persyaratan  untuk  kadar
abu maksimal 3,5%.
2)  Kesukaan
Formulasi  MP-ASI  biskuit  dengan  substitusi  tepung  rumput  laut
Sargassum  sp  menghasilkan  warna  coklat,  semakin  banyak  jumlah
substitusi  tepung  rumput  laut  Sargassum  sp  maka  semakin  gelap  warna
coklat yang dihasilkan. Dan untuk aroma yang dihasilkannya yaitu sedikit
amis. Penilaian terhadap tekstur merupakan penilaian utama pada produk
biskuit. Hasil yang didapatkan yaitu biskuit dengan substitusi rumput laut
Sargassum sp memiliki tekstur yang baik.
3)  Kontribusi MP-ASI Biskuit Terhadap Zat Gizi
MP-ASI biskuit dengan substitusi tepung rumput laut  Sargassum sp
yang  direkomendasikan  adalah  MP-ASI  biskuit  dengan  substitusi  tepung
rumput laut Sargassum sp 25%.
c.  Pendapat
Jurnal  penelitian  ini  mudah  dipahami  dan  bisa  diaplikasikan  dalam
upaya  menciptakan  diversifikasi  produk  olahan  dari  rumput  laut.  Kelebihan dari jurnal ini  yaitu, penulis memaparkan dengan jelas tentang isi dan hasil yang  didapatkan  dalam  melakukan  penelitian.  Selain  itu,  jurnal  ini melampirkan  semua  hasil  pengujian  dan  prosedur  dalam  pembuatan  tepung dan  biskuit  MP-ASI  tersebut  sehingga  pembaca  bisa  lebih  mudah  dan bermanfaat  untuk  dijadikan  sebagai  salah  satu  sumber  dalam membuat produk olahan baru dari bahan baku rumput laut.
Akan  tetapi,  kelemahan  dari  jurnal  ini  yaitu  penulis  tidak  begitu memaparkan  tentang  kelebihan  dan  kekurangan  kandungan  zat  gizi  yang
terdapat dalam rumput laut Sargassum sp  yang dijadikan sebagai bahan untuk
substitusi tepung terigu dalam pembuatan biskuit tersebut, sehingga pembaca
tidak mendapatkan informasi lebih mengenai kandungan rumput laut tersebut.
Adapun hasil yang didapatkan dari penelitian ini yaitu menunjukkan beberapa
komponen  zat  gizi  yang  dihasilkan  dalam  biskuit  tersebut  ada  yang  sudah
sesuai  dengan  persyaratan  dan  ada  juga  yang  melebihi  bahkan  kurang  dari persyaratan  yang  sudah  ditentukan.  Sebaiknya,  bagi  pembaca  yang  akan menjadikan  jurnal  ini  sebagai  referensi  maka  harus  mempertimbangkan
beberapa hal terkait hasil yang telah ditunjukkan agar bisa memodivikasi atau
melakukan inovasi terhadap produk yang akan dibuat.
Menurut  penelitian  ini,  biskuit  yang  dihasilkan  cukup  baik  dan  bisa
diterima  oleh  panelis.  Hal  tersebut  berati  bahwa  biskuit  tersebut  layak
dikonsumsi  atau  diproduksi  untuk  mengatasi  masalah  anemia  yang  sering
timbul  pada  anak-anak.  Selain  itu,  kandungan  karbohidrat  dari  biskuit  ini
sangat  tinggi  dan  oleh  karena  itu  maka  tekstur,  warna  dan  rasanyapun  bisa
diterima. Adapun kadar serat yang tinggi berasal dari rumput laut  Sargassum
sp  yang  mengandung  serat  cukup  tinggi.  Namun,  anak  kecil  tidak
diperbolehkan  memakan  makanan  yang  banyak  mengandung  serat,  karena
akan mengganggu proses penyerapan kadar zat gizi didalam usus kecil serta
kerja enzim-enzim pencernaan. Selain itu, serat dapat memberi rasa kenyang
yang  cepat,  sehingga  jumlah  zat  gizi  yang  seharusnya  dikonsumsi  menjadi
berkurang.
2.  Judul      :  Pengembangan  Makanan  Formula  Anak  Balita
Menggunakan Berbagai Jenis Ikan Laut dan Rumput Laut
Nama Pengarang  : Uken S.S, dkk.
Tahun Terbit   : 2007
Penerbit     :  Peneliti  pada  Puslitbang  Gizi  dan  Makanan.  Badan
Litbang Kesehatan.Depkes RI. 30(1):1-7
a.  Keyword : Food Formula, marine fishes, seaweeds, sensoric quality, children under five years old.
b.  Isi Pokok
Jurnal penelitian ini berisi tentang pembuatan makanan formula untuk
anak  balita  yang  menggunakan  berbagai  jenis  ikan  laut  dan  rumput  laut.
Jurnal  penelitian  ini  dilakukan  karena  latar  belakang  dari  adanya  masalah
kekuranagn gizi  makro dan mikro  pada anak balita.  Hasil dari penelitian ini
berupa  formula  olahan  dengan  menggunakan  berbagai  jenis  ikan  laut  dan
rumput  laut,  sebagai  sumber  protein  yang  bermutu  dan  sumber  zat  gizi
makro. Makanan formula hasil laut telah dibuat dari salah satu atau campuran
dari karbohidrat berupa tepung beras, sagu, ubi merah dan pisang oli. Bahan
sumber  protein  yang  digunakan  dalam  jurnal  ini  yaitu  ikan  pari,  cucut,
tongkol  dan  kwee.  Sedangkan  bahan  makanan  sumber  vitamin  dan mineralnya berasal dari jus rumput laut atau Seaweeds jenis  Euchema cottoni
ditambah  salah  satu  sayuran  wortel,  bayam,  katuk  atau  tomat.  Rumput  laut yang  ditambahkan  ke  dalam  formula  berupa  jus  atau  ekstrak  rumput  laut, untuk menghindarkan tekstur kristal setelah pengeringan.
Penelitian  ini  bersifat  eksploratif  dengan  desain  eksperimental.
Campuran dari semua bahan-bahan formula yang digunakan diproses dengan
cara pengolahan biskuit agar padat gizi.
Dalam  pengujian  terhadap  jurnal  ini  dilakukan  uji  cita  rasa  dan  uji
analisis zat gizi makro dan mikro. Uji cita rasa dilakukan untuk mengetahui
hasil  kesukaan  baik  tekstur,  aroma  dan  rasanya.  Sedangkan  uji  analisis  zat
gizi  makro  dan  mikro  dilakukan  untuk  mengetahui  kandungan  zat  kimia
kimia yang terdapat dalam formula tersebut.
Dalam  penelitian  ini,  rumput  laut  tidak  dapat  dipergunakan  secara
keseluruhan,  karena  butiran  daging  batang  akan  mengering  dan  membentuk kristal yang sukar larut meskipun sudah dalam bentuk tepung. Hanya jus dan ekstrak rumput laut yang digunakan dalam formula, yang ditambahkan dalam jumlah  yang  sama  untuk  memperoleh  kelembutan  adonan  yang  dapat dibentuk biskuit.
Hasil  penelitian  dari cita rasa dan kesukaan terhadap formula disajikan
dalam   bentuk  olahan  biskuit,  tepung  dan  berupa  bubur.  Untuk  penilaian
citarasa formula diberikan dalam bentuk bubur. Penambahan jus rumput laut
menghasilkan  tekstur  yang  lembut  terhadap  bubur.  Demikian  juga  dengan
warna tepung dan bubur formula merupakan bagian yang paling disukai karna
warna yang dihasilkan dikategorikan menarik. Sedangkan untuk rasa formula
umumnya disukai karena lezat dan gurih.
Untuk  formula  beras  pari  disukai  dalam  hal  warna  dan  tekstur,
sedangkan untuk rasa memperoleh penilaian rendah akibat ada sedikit aroma
amoniak dari ikan pari. Formula jagung-cucut dan ubi-tongkol yang berwarna
agak  hiaju  kusam  sehingga  menurunkan  daya  terima.  Formula  pisang  kwee disukai  karena  tekstur  dan  warna,  sedangkan  rasa  agak  kurang  diterima karena manis dari pisang oli yang mengandung banyak gula.
Selanjutnya  untuk  kandungan  zat  gizi  makro  dan  zat  gizi  mikro  yang
dihasilkan  yaitu  kandungan  energi,  protein  dan  lemak  cukup  bervariasi
meskipun  tidak  berbeda  nyata.  Formula  ubi-tongkol  dan  pisang  kwee
mempunyai  kandungan  lemak  yang  lebih  tinggi  dibandingkan  dengan
kandungan  beras  pari.  Kandungan  zat  besi  formula  masih  rendah
dibandingkan  dengan  angka  kecukupan  anak  6-11  bulan  (16),  yaitu  hanya
memenuhi  sekitar  10%.  Kandungan  asam  folat,  vitamin  A,  yodium  dan  Zn
cukup  tinggi,  dapat  memenuhi  70-110%  kecukupan  anak  balita.  Kadar  ini
diperoleh dari sumber protein, sayuran terutama rumput laut.
c.  Pendapat
Jurnal  peneltian  ini  bertujuan  untuk  menghasilkan  makanan  formula
olahan untuk anak balita yang diterima citarasanya dan banyak mengandung
zat  gizi  makro  dan  mikro  yang  dibutuhkan  untuk  pertumbuhan  dan
perkembangan anak. Makanan formula ini menggunakan bahan dasar sumber
protein  dari  berbagai  jenis  ikan  laut  dan  rumput  laut,  yang  diuji  dari  segi
komposisi bahan , mutu protein, kandungan zat  gizi makro dan mikro serta
mutu citarasanya. Kelebihan dari jurnal ini yaitu peneliti bisa membentuk dan
membuat  suatu  formula  yang  mempunyai  nilai  kandungan  gizi  makro  dan
mikro yang tinggi sehingga bisa digunakan sebagai salah satu alternatif untuk
mengatasi  masalah  penyakit  yang  sering  menyerang  anak  balita  akibat
kekurangan gizi.
Akan  tetapi  kelemahan  dari  jurnal  ini,  peneliti  tidak  begitu menerangkan dan memaparkan dengan jelas terhadap ii jurnal  ini mulai dari metode yang dilakukan tidak terlalu rinci dan hasil terhadap uji analisis baik itu dari citarasa dan kesukaan maupun dari analisis kandungan gizinya tidak dipaparkan  dengan  jelas,  mungkin  karena  penelitian  ini  membuat  berbagai
macam  formula  sehingga  fokus  pembaca  juga  terbagi-bagi  kepada  formula
yang dihasilkan. Dan secara keseluruhannya pemahaman dari jurnal ini masih
belum kuat, dan masih banyak hal yang dibingungkan.

3.  Judul      : Materi Penyuluhan Rumput Laut
Nama pengarang  : Endang Sudariastuty, S.Pi. MM.
Tahun Terbit   : 2011
Penerbit     : Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan
a.  Keyword : potensi, distribusi, dan klasifikasi rumput laut, kandungan gizi dan manfaat  rumput  laut,  pemanenan  rumput  laut,  produk  rumput  laut,
pengolahan rumput laut.
b.  Isi Pokok
E-book  ini  berisi  tentang  materi  penyuluhan  perikanan  pengolahan
rumput  laut  yang  merupakan  materi  yang  digunakan  oleh  penyuluh  sebagai pelaku  utama  dalam  menyelenggarakan  penyuluhan  materi  hasil  perikanan dan  pengolah  rumput  laut  sebagai  pelaku  usaha  dalam  mengikuti  program penyuluhan  pengolahan  rumput  laut.  Ruang  lingkup  materi  penyuluhan perikanan ini terdiri atas bab Pendahuluan,  5  Materi Pokok, Penutup, Kunci Jawaban, Daftar Pustaka.  Materi pokok tentang pengolahan rumput laut yang akan dibahas  dalam materi penyuluhan perikanan ini mencakup potensi dan distribusi,  jenis  rumput  laut,  penanganan,  pengolahan  rumput  laut  menjadi produk dasar dan aneka olahan dari bahan dasar dasar, karagenan, alginat dan agar agar.
I.  Pada  bab  pendahuluan  dalam  ebook  ini  diterangkan  bahwa  Indonesia
memiliki potensi besar untuk melakukan pengembangan industri perikanan
berbasis  rumput  laut.  Pada  saat  ini  pengembangan  industri  rumput  laut
masih  menjadi  salah  satu  program  revitalisasi  Kementrian  Kelautan  dan
Perikanan,  karena  komoditas  rumput  laut  memberikan  kontribusi  dan
penyumbang  devisa  negara  terbesar  setelah  komoditas  udang  dan  tuna.
Pengembangan  industri  rumput  laut  di  Indonesia  memiliki  prospek  yang
cerah,  disebabkan karena tehnik  pembudidayaan rumput laut  yang  relatif
mudah dikuasai oleh masyarakat, sehingga usaha tersebut dapat dilakukan
secara masal. Disamping itu  permintaan terhadap rumput laut dan produk
olahannya  sangat  tinggi.  Dalam  rangka  peningkatan  nilai  tambah  serta
nilai  jualnya,  pengembangan  usaha  budidaya  rumput  laut,  harus  diikuti
dengan  pengembangan  industri  pengolahannya.  Dalam  ebook  materi
penyuluhan  ini  dijeslakan  bahwa  pengembangan  teknologi  pengolahan
rumput laut menjadi berbagai jenis olahan yang berbasis rumput laut harus
dikembangkan selaras dengan perkembangan budidayanya.
Sampai saat ini hasil produksi rumput laut sebagian besar di ekspor dalam
bentuk kering dan hanya sebagian kecil saja yang diolah menjadi alginat,
karagenan  dan  agar-agar.  Padahal  selain  diekspor  dalam  bentuk  kering,
rumput laut juga dapat diolah menjadi berbagai makanan siap saji seperti
manisan, dodol, cendol, nata de seaweed, selai, pudding, permen jelly ,dll.
II.  Materi Pokok 1
Dalam  materi  pokok  1  ini  terdiri  dari  beberapa  cakupan  materi  yaitu
potensi, distribusi, dan klasifikasi rumput laut.
1.  Potensi  pertumbuhan  dan  penyebaran  rumput  laut  sangat  tergantung
dari  faktor  faktor  oseanografi.  (Fisika,  kimia  dan  pergerakan  atau
dinamika laut), serta jenis substart dasarnya. Beberapa jenis rumput laut
di  Indonesia  yang bernilai  ekonomis  seperti  Eucheuna sp  dan  Hypnea
sp  yang  juga  disebut  carrageenophyte  menghasilkan  metabolit  primer
senyawa  hidrokoloid  yang  disebut  karagenan,  Glacelaria  sp  dan
Gelidium  sp  yang  juga  disebut  agarophyte  menghasilkan  metabolit
primer  senyawa  hidrokoloid  yang  disebut  agar.  Sementara  Sargassum
sp  yang disebut juga  alginophyte  menghasilkan  metabolit primer yang
disebut alginat.
2.  Dan untuk wilayah sebaran rumput laut di Indonesia  ini biasanya dapat
ditemui  di  perairan  yang  berasosiasi  dengan  keberadaan  ekosistem
terumbu karang. Gulma laut alam biasanya  dapat hidup diatas substrat
pasir  dan  karangmati.  Daerah-daerah  sebaran  yang  banyak  ditemui
potensi  rumput  laut  yaitu  diantaranya  ada  di  daerah  pantai  bagian
selatan Jawa dan pantai barat Sumatera.  Beberapa daerah dan pulau di
Indonesia  yang  masyarakat  pesisirnya  banyak  melakukan  usaha
budidaya  gulma  laut  ini  di  antaranya  berada  di  wilayah  pesisir
Kabupaten  Administrasi  Kepulauan  Seribu,  Provinsi  Kepulauan  Riau,
Sulawesi, Maluku Pulau Lombok dan Papua.
3.  Klasifikas beberapa Rumput Laut Komersial dan Produk Olahannya
a. Euecheuma
Divisio : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Bangsa : Gigartinales
Suku : Solierisceae
Marga : Euecheuma
Jenis : E. spinosum dan E cottonii
Nama untuk jenis ini nama dagangnya lebih dikenal  adalah  E,
cottonii  ,  ciri  cirinya  Yaitu  thalus  silindris,  permukaan  yang  licin,
cartilageneus  (menyerupai  tulang  rawan/muda),  berwarna  hijau
terang, hijau olive dan coklat kemerahaan.
b.  Hypnea sp
Divisio : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Bangsa : Gigartinales
Suku : Hypneaceae
Marga : Hypnea
Jenis : Hypnea sp

c. Glacelaria
Divisio : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Bangsa : Gigartinales
Suku : Glacelariaeceae
Marga : Glacelaria
Jenis : Glacelaria gigas,Glacelaria verrucosa,Glacelaria lichenoides
Habitat  rumput  laut  jenis  ini  pada  umumnya  dapat  hidup
sampai 300  –  1000 m dari pantai, salinitas air berkisar 15  –  30 per
mil dengan suhu air  berkisar antara 20  -28oC kedalaman air  0.5  –  1
m  dengan  kondisi  air  jernih  sehingga  sinar  matahari  mampu
menembus  ke  dalam  air.  Oleh  karenanya  jenis  rumput  laut  ini
sebaiknya dekat dengan muara sungai.
d. Gelidium
Divisio : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Bangsa : Gilidiales
Suku : Gelidiaceace
Marga : Gelidium
Jenis : Gelidium sp

e. Sargassum
Divisio : Rhodophyta
Kelas : Phaeophyceae
Bangsa : Fucales
Suku : Sargassacaceae
Marga : Sargassum
Jenis : Sargassum polyfolium
Rumput  laut  coklat  jenis  Sargassum  adalah  rumput  laut  yang mempunyai  cabang  seperti  jari,  dan  merupakan  tanaman  yang berwarna  coklat,  berukuran  relatif  besat,  tumbuh  dan  berkembang pada substrat dasar yang kuat.
III.  Materi Pokok 2
Dalam  materi  pokok  2  ini  membahas  tentang  Kandungan  Gizi  dan Manfaat  Rumput  Laut.  Kandungan  rumput  laut  umumnya  adalah  mineral esensial (besi, iodin, aluminum, mangan, calsium, nitrogen dapat larut, phosphor, sulfur,  khlor,  silicon,  rubidium,  strontium,  barium,  titanium,  cobalt,  oron,
copper,  kalium,  dan  unsur-unsur  lainnya),  asam  nukleat,  asam  amino,  protein,
mineral, trace elements, tepung, gula dan vitamin A, D, C, D E, dan K.
Kandungan kimia penting lain adalah karbohidrat yang berupa polisakarida
seperti  agar  –  agar.  Rumput  laut  yang  banyak  dimanfaatkan  adalah  dari  jenis ganggang merah karena mengandung selain agar  –  agar. Karagenan dan alginat , porpiran dan furcelaran. Berdasarkan strukturnya karagenan dibagi menjadi tiga jenis yaitu kappa, iota dan lambda karagenan.
Pemanfaatan  rumput  laut  ini  yaitu  diantaranya  dijadikan  berbagai
macam  produk  olahan  berupa  agar,  karagenan  dan  alginat.  Yang merupakan hidrokoloid. Dengan beberapa sifat yang dimiliki rumput laut,
maka  olahan  tersebut  dapat  berfungsi  sebagai  gelling  agent,thinkener,
viscosi fiying agent, atau sebagai emulsifying agent.
IV.  Materi Pokok 3
Pada  materi  pokok  ini  membahas  tentang  pemanenan  rumput  laut
dengan melakukanpenanganan yang baik.
Hal pertama yang dilakukan pada saat hendak  memanen rumput laut yaitu
dengan cara penanganan  yang baik.  Penanganan  merupakan kegiatan pra
panen  untuk  mendapatkan  mutu  bahan  baku  yang  baik  sesuai  standar.
Penanganan terdiri dari beberapa perlakuan diantaranya:
1. Pemanenan
Rumput laut yang sudah siap panen yang dibudidayakan dengan
metode rumpon (tali), dipanen dengan cara menarik rumpon ke pinggir
pantai.  Rumput  laut  dilepas  dari  ikatannya,  dipetik  pucuknya  untuk
ditanam kembali, diikat lagi pada rumpon sebagai tanaman baru. Umur
panen  yang  optimum  adalah  40-45  hari,  hal  ini  sangat  disarankan
karena  pada  umur  tanaman  tersebut  kandungan  karagenannya  sangat
optimum.
2. Pencucian dan Perendaman
Rumput  laut  yang  sudah  dipanen  dicuci  air  laut  untuk
menghilangkan  kotoran  yang  melekat  seperti  lumpur,  garam,  dan  lain
lain,  sehingga  rumput  laut  menjadi  bersih.  Selanjutnya  rumput  laut
langsung  direndam  larutan  alkali  KOH  0,1%  sampai  terendam  dan
dibiarkan kontak dengan alkali semalaman.  Tujuan perendaman dengan
menggunakan larutan alkali adalah untuk  mendapatkan karagenan yang
maksimal kemudian setelah itu dicuci lagi dengan air tawar.
3. Pengeringan dan Sortasi
Rumput  laut  yang  sudah  netral  dikeringkan  dengan  penjemuran.
Penjemuran  bisa  dilakukan  disekitar  pantai,  atau  dilakukan  dengan
pengeringan  solar  menggunakan  kompor  dan  bisa  juga  dikeringkan
diatas para-para untuk menjaga mutu rumput laut.
Setelah  dilakukan  penanganan  dan  pemanenan  selanjutnya  rumput
laut yang kering dikemas dan disimpan.  Untuk lebih efisien tempat rumput
laut kering dapat dipress (cetak) agar didapatkan sirkulasi udara yang baik.

Hal  ini  disebabkan  apabila  sirkulasi  udara  dalam  ruangan  dan  kemasan
tidak baik, maka akan terjadi proses fermentasi , rumput laut menjadi apek
dan timbul kapang/jamur. Yang akibatnya akan menurunkan mutu  rumput
laut.
V.  Materi Pokok 4
Materi  pokok  4  berisi  tentang  beberapa  produk  rumput  laut  dan
pemanfaatan industri. Produk rumput laut yang dijelaskan dalam materi ini
yaitu terdiri dari :
1.  Agar-agar
Agar merupakan hidrokoloid rumput laut yang memiliki kekuatan
gel  yang  sangat  kuat.  Senyawa  ini  dihasilkan  dari  proses  ekstraksi
rumput laut  kelas  Rhodophyceae  terutama genus  Gracilaria, Gelidium.
Agar  merupakan  senyawa  polisakarida  dengan  rantai  panjang  yang
disusun  dari  dua  pasangan  molekul  agarose  dan  agaropektin.  Fungsi
utama  agarose  adalah  untuk  mencegah  terjadinya  dehidrasi  dari
makanan yang ditambahkan.
2.  Karagenan
Karagenan  adalah  senyawa  hidrokoloid,  merupakan  senyawa
polisakarida  rantai  panjang  yang  diekstrak  dari  rumput  laut  jenis
karagenofit  seperti  Eucheuma  sp,  Hypnea  sp.  Karagenan  dibedakan
menjadi  3  macam  yaitu  iota  karagenan,  kappa  karagenan  dan  lambda
karagenan.  Ketiganya  berbeda  dalam  sifat  gel.  Kappa  karagena
menghasilkan gel yang kuat, sefdangkan iota karagenan membentuk gel
yang halus dan mudah dibentuk.
3.  Alginat
Alginat  merupakan  hidrokoloid  yang  diekstrak  dari  alga  coklat
atau  Phaeophyceae.  Rumput  laut  penghasil  alginat  diantaranya  adalah
genus  Sargassum  dan  Turbinaria.  Alginat  menjadi  penting  karena
penggunaan  nya  yang  luas  dalam  industri  karena  sifatnya  sebagai
pembentuk  gel,bahan  pengemulsi  dll.  Di  dalam  bidang  kosmetik  dan
farmasi,  alginat  dimanfaatkan  dalam  bentuk  asam  alginat,  garam
sodium alginat dan kalsium alginat.
Selanjutnya, untuk pemanfaatn rumput laut dalam dunia industri
bisa digunakan pada industri pangan maupun non pangan, serta industri
farmasi, kosmetik dan bioteknologi.
Pemanfaatn  dalam  industri  pangan  yaitu  bisa  digunakan  dalam
pembuatan  jelly  yang  merupakan  makanan  paling  sederhana  yang
dibuat  dari  agar  atau  karagenan.  Selanjutnya  pemanfaatan  dalam
industri  farmasi  yaitu  digunakan  karena  ada  beberapa  faktor  yang
mempengaruhi  rumput  laut  dalam  industry  farmasi  antara  lain  sifat
kimia  fisika  dari  senyara  metabolit  primer  dan  sekunder  yang
dihasilkan.  Senyawa  metabolit  primer  yang  dimaksud  adalah  agar,
karagenan ( iota, kappa dan lambda) serta alginat. Senyawa senyawa ini
berfungsi sebagai suspending aget, thickener,emulsifier, stabilizer, film
former,  coating  agent  ,gelling  agent,  dan  lain  sebagainya.  Sedangkan
untuk  industri  kosmetik  penggunaan  agar,  karagenan  dan  alginat
biasanya  digunakan  untuk  produk  sabun  krim,  sabun  cair,  shampoo,
lotions,  pasta  gigi  pewarna  bibir  dan  produk  produk  perawatan  kulit
seperti  hand  body  lotion  dan  pencuci  mulut  serta  hair  lotions.  Dan
untuk  penggunaan  dalam  bidang  bioteknologi  kurang  lebih  hanya  9%
yaitu digunakan  sebagai medium untuk menumbuhkan mikroba,  seperti
bakteri, jamur, yeast, mikro alga.
Adapun pemanfaatan rumput laut dalam industri non pangan yaitu
dimanfaatkan  dalam  pembuatan  makanan  ternak,  keramik,  cat,  tekstil,
kertas dan pembuatan film fotografis.
–  Makanan ternak
Fungsi  agar,  karagenan  atau  alginat  untuk  menstabilkan  dan
mempertahankan komposisi dari makanan ternak.
–  Keramik
Karena  karagenan  mempunyai  kemampuan  sebagai  gelling  point
pada  temperatur  dan  tekanan  yang  tinggi,  maka  bisa  digunakan
dalam campuran pelapis keramik pada pembuatan busi otomotif.
–  Cat
Fungsi  karagenan  dan  alginat  dalam  industri  cat  adalah  sebagai
penstabil dan perekat pada permukaan dinding pada saat mengering,
bersifat  sebagai  pengemulsi  pada  resin  cat  supaya  minyak  dan  air
tercampur dengan sempurna.
–  Tekstil
Karagenan, agar dan alginat didunakan dalam industry tekstil, yang
fungsinya  untuk  merekatkan  benang  saat  di  tenun.  Juga  dalam
pencampuran  warna  pada  saat  mewarnia  benang  dengan  maksud
agar warna benang rata, tidak pecah dan lembut.
–  Kertas
Alginat mempunyai kemampuan membentuk film yang lembut, tidak
terputus  dan  dapat  menjadi  perekat  yang  baik.  Pembentukan  film
tersebut  memperkuat  serat  selulosa  dan  ketegangan  permukaan
kertas yang baik dalam mengatur ketebalan tinta.
–  Pembuatan Film Fotografis
Agar  banyak  digunakan  untuk  pelapisan  film  untuk  foto.  Hal  ini
disebabkan  sifat  agar  lebih  baik  dari  pada  gelatin  karena  memiliki
gelstrength atau kekuatan gel yang lebih kuat.
VI.  Materi Pokok 5
Dalam  materi  pokok  5  dibahas  tentang  berbagai  macam  aneka
produk dan olahan rumput laut. Produk-produk rumput laut terdiri dari :
1.  Alginat
Alginat pertama kali di ekstrak dari rumput laut jenis  Laminaria
oleh  seorang  ahli  kimia  Inggris  ECC.  Proses  pembuatan  alginat  yaitu
pertama dilakukan pembersihan terlebih dahuluyang dilakukan dengan
cara menyemprotkan air  ke rumput laut kemudian direndam selama 24
jam dengan air bersih, hingga lunak.  Tahapan selanjutnya rumput laut
dapat  digunakan  sebagai  bahan  baku  alginat.  Untuk  menghilangkan
kotoran  yang  larut  dalam  alkali,  rumput  laut  direndam  dalam  larutan
HCL 0.1  –  0.5%.  Tujuan perendaman dalam air  untuk mengembalikan
kondisi  rumput  laut  seperti  pada  kondisi  awal  yang  sedar  dan  lunak
sehingga  mempermudah  proses  ekstraksi  serta  melarutkan  zat  yang
terkandung dalam  rumput laut seperti laminari, manitol, zat warna serta
garam  garam  lain.  Selanjutnya  melakukan  ekstraksi/perebusan  yaitu
rumput  laut  yang  sudah  diasamkan  (  asam  Alginat)  dicuci  dengan
menggunakan air panas 45
o
C  selama 30  –  60 menit.  Setelah itu rumput
laut  di potong  –  potong dan  diaktrak dengan larutan Na2CO3 12-  13%
pada suhu 60– 70
o
C.
Kemudian  dilakukan  penyaringan,  alginat  dipisahkan  dengan
menggunakan  floating  tank  untuk  memisahkan  kotoran  yang  terikut
dengan  larutan  alginat.  Setelah  bebas  dari  kotoran,  larutan  alginat
diputihkan  dengan  menambahkan  larutan  NaOH  12%  sebanyak  1/10
volume  larutan  alginat.  Tahapan  selanjutnya  adalah  pengendapan
dengan menambahkan  laruta asam sulfat (H2SO4) 10% sebanyak 1/10.
Kemudian  melakukan  pengendapan  terhadap  Natrium  alginat.  Tahap
selanjutnya  pengeringan  dan  penepungan  yaitu  garam  alginat  yang
sudah  dipisahkan  dikeringkan  diatas  para  –  para  dan  selanjutnya
dihaluskan sampai menjadi bubuk dengan ukuran 80-100 mesh.
2.  Pengolahan ATC
Proses  pengolahan  rumput  laut  menjadi  ATC  pada  prinsipnya
adalah  sangat sederhana, yaitu dengan merebusnya dalam larutan KOH
pada suhu 85
o
C selama 2-3 jam. Adapun prosedur pengolahannya yaitu
sebagai beriku:
  Rumput laut dicuci terlebih dahulu sampai bersih
  Setelah itu lakukan perebusan dalam larutan KOH 6-8% yang telah
dipanaskan  terlebih  dahulu  hingga  suhu  80-85oC,  selama  2-3  jam.
Jika konsentrasi KOH yg digunakan 6%, maka lama perebusan 3 jam
atau  jika  konsentrasi  KOH  yang  digunakan  8%,  maka  lama
perebusan  2  jam.  Volume  larutan  KOH  yang  digunakan  sebagai
perebus  sebanyak  3-4  kali  berat  rumput  laut  kering.  Selama
perebusan rumput laut diaduk-aduk sehingga pemanasan merata.
  Selanjutnya rumput laut direndam dan dicuci berulang-ulang sampai
sampai  air  pencuci  netral  (pH  7).  Larutan  KOH  bekas  rebusan
rumput  laut  dapat  digunakan  kembali  sebanyak  3-4  kali,  tetapi
konsentrasinya harus diukur kembali.
  Rumput  laut  kemudian  dipotong-potong  sepanjang  4-5  cm,
kemudian  dikeringkan  dibawah  sinar  matahari  selama  2-3  hari,
sehingga diperoleh ATC dalam bentuk kepingan (chips).
  Produk akhir yang diperoleh kemudian digiling dan disaring menjadi
tepung ATC yang berukuran 40-60 mesh.
3.  Karaginan (skala rumah tangga)
Karagenan adalah senyawa hidrokoloid yang merupakan  senyawa
polisakarida  frantai  panjang  yang  diekstrak  dari  jenis  rumput  laut
kaginofit, contohnya  E.cottonii sp,  Hypnea sp.  Adapun prosedur dalam
pembuatan karagenan yaitu sebagai berikut:
  Rumput laut direndam dalam air tawar selama 12-24 jam, kemudian
dibilas dan ditiriskan
  Setelah bersih rumput laut direbus dalam air dengan perbandingan
rumput  laut  dengan  air  1:15,  suhu  120oC  selama  15  menit.
Perebusan  memakai  pres  cooker.  Selanjutnya  dilakukan  perebusan
lagi tanpa tekanan pada suhu 100oC selama 2-3 jam.
  Rumput  laut  yang  lunak  dihancurkan  dengan  blender  dan
ditambahkan  air  panas  (90oC)  dengan  perbandingannya  1:30.
Hasilnya disaring dengan dengan kain kasa halus.
  Filtrat  diendapkan  dengan  menambahkan  metal  alkohol  dengan
perbandingan  2.5:1,  bisa  juga  dengan  menambahkan  alkohol  90%,
atau membekukannya pada suhu -10oC – 6oC selama 24 – 48 jam.
  Endapan  yang  bercampur  alkohol  disaring  dengan  kain  kasa.  Hasil
saringan ini masih berupa karaginan basah.  Filtrat  yang beku perlu
dicairkan dahulu untuk selanjutnya disaring lagi.
  Karaginan  basah  dikeringkan  selama  3-4  hari.  Tepung  karaginanan
dapat diperoleh setelah proses penggilingan.
4.  Semi Carragenan Refined (SCR)
Semi refined carrageenan (SRC) merupakan produk intermediate
untuk  mendapatkan  karagenan  dengan  mutu  yang  lebih  baik.  Rumput
laut  yang digunakan adalah rumput laut jenis  Eucheuma sp  segar yang
baru dipanen. Dan prosedur dalam pembuatan SCR ini yaitu :
  Pencucian rumput laut
Rumput laut yang baru dipanen dicuci bersih untuk menghilangkan
garam dan kotoran lainnya.
  Perebusan
Perbusan RL dalam larutan KOH 6-8% yang telah dipanaskan lebih
dulu  sampai  mencapai  suhu  80-85oC,  selama  2-3  jam.  Untuk
konsentrasi  KOH  6%  waktu  perebusan  yang  diperlukan  adalah  2
jam. Volume larutan KOH yang digunakan untuk perebusan adalah
3-4  kali  berat  rumput  laut  kering.  Selama  perebusan  dilakukan
pengadukan agar panas merata.
  Pencucian
Setelah  perebusan  dilakukan  pencucian  berulang-ulang  sampai  air
pencuci  netral  (pH  7).  Larutan  KOH  bekas  perebusan  dapat
digunakan  kembali  sebanyak  3-4  kali  dengan  konsentrasi  yang
diukur kembali.
  Pemotongan
Rumput  laut  yang  sudah  bersih  dan  netral  dipotong-potong  dengan
ukuran 2-5 cm.
  Pengeringan
Potongan  rumput  laut  kemudian  dijemur  dibawah  sinar  matahari
Selama 2-3 hari atau menggunakan mesin pengering.
  Pengemasan
Rumput laut dalam bentuk  chips  tersebut kemudian dikemas dalam
kemasan plastik jenis PE ketebalan 0,3 mm.
5.  Agar-agar
Agar  agar  merupakan  senyawa  ester  asam  sulfat  dari  senyawa
galaktan  yang  tidak  larut  dalam  air  dingin,tetapi  larut  dalam  air
panasdengan membentuk gel. Pada umumnya agar agar ini dibuat dari
bahan  baku  Glacelaria  sp.  Dan  berikut  merupakan  cara  pengolahan
agar-agar rumput laut :
  Perendaman dan pencucian
Rumput  laut  yang  telah  mengalami  proses  pencucian  awal  ,dicuci
ulang sampai bersih, selanjutnya rumput laut direndam dalam kaporit
0.25%  selama 4-6 jam sambil diaduk hingga diperoleh rumput laut
yang  putih  dan  bersih.  Setelah  putih,  rumput  laut  direndam  selama
3–4 jam dengan menggunakan air tawar.
  Penambahan asam cuka dan asam sulfat encer
Rumput laut ditempatkan dalam wadah, kemudian ditambah dengan
asam  sulfat  encer  dan  asam  cuka  diaduk  selama  15  menit  atau
sampai benar-benar  lunak. Selanjutnya pencucian ulang sampai bau
bahan kimia hilang.
  Perebusan
Hasil  rendaman  dengan  sulfat,  selanjutnya  ditambah  air  dengan
perbandingan 1 : 50 ,dimasak dengan suhu 90  -100◦C dengan pH 5-6.  Tingkat keasaman diatur dengan menambahkan asam cuka 0.5%.
Fungsi asam cuka untuk memperoleh tekstur molekul yang konsisten
dan sebagai stabilizer. Pemasakan dilakukan selama 4 – 8 jam sambil
diaduk hingga rata. Hingga rumput laut menjadi bubur encer.
  Penyaringan
Bubur rumput laut encer disaring , untuk memisahkan antara  residu
dan larutan.Filtrat didinginkan sampai membeku
  Pengepresan
Agar  agar  yang  sudah  beku  dipotong  dengan  ketebalan  1  cm,
potongan  agar  agar  ditumpuk  kemudian  di  bagian  atas  diberi
pemberat  dan  didiamkan  selama  24  jam  sampai  terjadi  terjadi
lembaran tipis selanjutnya dijemur sampai kering.
  Penepungan
Lembaran lembaran agar agar dihaluskan hingga menjadi tepung.
6.  Dodol
Dodol  merupakan  makanan  atau  jajanan  yang  dibuat  dr  rumput
laut  dan  tepung  ketan,  santan  kelapa,  dan  gula  merah,  kadang-kadang
dicampur  buah-buahan,  spt  durian,  sirsak  dibungkus  daun  (jagung),
kertas. Cara pembuatan dodol rumput laut yaitu :
  Eucheuma  cottonii  kering  direndam  dalam  air  bersih  selama  24-48
jam kemudian ditimbang
  Pemotonganl rumput laut dan pemblenderan diblender
  Rumput  laut  yang  sudah  di  haluskan  kemudian  dimasak  dalam  air
mendidih, diaduk sampai mengental/menjendal
  Penambahan  bahan-bahan  lain  dan  aduk  sampai  menjendal/tidak
lengkat bila ditekan dengan jari
  Setelah  masak  adonan  dituangkan  ke  dalam  cetakan/Loyang  dan
dinginkan sampai menjendal
  Potong-potong ukuran 3x2x1 cm, kemudian keringkan dengan  oven
60-70oC (24-48 jam)
  Dikemas dengan plastik atau kertas minyak.
7.  Manisan
Pada umumnya manisan terbuat dari buah buahan, dan terdiri dari
manisan basah dan kering. Namun baik manisan basah maupun kering
bentuknya  harus  menarik  dan  rasa  yang  disukai  konsumen.  Pada
dasarnya  pembuatan  manisan  rumput  laut  sama  dengan  pembuatan
manisan buah.
  Pencucian
Untuk  membuat  manisan  rumput  laut  ada  beberapa  tahap  proses
yang harus dilakukan,yaitu pencucian, perendaman,dan pengolahan.
Sebelum  direndam,  rumput  laut  dicuci  terlebih  dahulu,  untuk
menghilangkan kotoran yang melekat pada rumput laut.
  Perendaman
Setelah itu rumput laut kering direndam dengan air tawar  sebanyak
10 Kali berat rumput laut sampai rumput laut terendam semua dalam
air.  Setiap  12  jam  sekali  air  tawar  diganti  dengan  yang  baru,
Penambahan  air  saat  perendaman  menjadi  2  (dua)  kali  lipat,  untuk
mengembangkan  volume  rumput  laut.  Perendaman  dilakukan  dua
sampai 3 hari hingga mengembang sampai 5  –  6 kali berat rumput
laut kering, dan teksture rumput laut lunak , tidak amis dan berwarna
putih bersih dan bening.
  Perendaman dalam tawas
Tahapan selanjutnya adalah perendaman dalam air tawas atau  kapur
sirih  dengan  konsentrasi  1%  selama  2  jam  yang  gunanya  agar
rumpur  laut  tidak  berair  atau  kesat.  Rumput  laut  yang  sudah
ditangani ini merupakan bahan baku untuk manisan.
  Pemotongan dan pembuatan larutan gula
Rumput  laut  yang  telah  dicuci  dan  ditiriskan  selanjutnya  dipotong
potong  denngan ukuran panjang 3  –  3,5 cm.  Penyiapan larutan gula
dengan  perbandingan  Gula  dan  air  1:1  Untuk  mendapatkan  larutan
gula yang bersih, selama perebusan dapat  dibersihkan dengan putih
telur
  Penyaringan
Setelah  mendidih,  larutan  gula  disaring  dengan  menggunakan  kain
kasa,  lalu  didinginkan.  Tujuan  penyaringan  untuk  memisahkan
larutan dari  kotoran kotoran  yang tercampur dengan gula, sehingga
tidak  mengotori  rumput  laut  yang  akan  direndam.  Selanjutnya
larutan ditambah dengan perasa dan larutan asam sitrat 0.5%, sodium
benzoate, 0,1% -0,2% serta pasta pewarna dan aroma 1%,Fungsi dari
asam  sitrat  adalah  memberikan  rasa  asam,  sedang  benzoate  adalah
sebagai  pengawet  ,  pewarna  untuk  member  warna  agar  menari,
sedangkan aroma untuk perasa.
  Perendaman
Rumput  laut  kemudian  dimasukkan  ke  dalam  larutan  gula  dingin
dengan per perbandingan air gula dan rumput laut 1 :2, Perendaman
dilakukan  lebih  kurang  selama  1  hari,sampai  gula  Benar  –  benar
meresap. Setelah perendaman, rumput Laut dikemas ke dalam wadah
tertutup dan disimpan ke dalam wadah dan disimpan di dalam lemari
es.
8.  Cendol Rumpul Laut
Cendol adalah sejenis minuman dari santan dan gula merah yang
isinya  dari  potongan  rumput  laut  yang  ditambah  dengan  perasa.  Cara
pembuatan cendol rumput laut yaitu :
  Perendaman
Rumput laut Eucheuma cottonii kering dicuci bersih direndam dalam
air  atau  air  cucian  beras  selama  1-2  hari  ,  ganti  air  setiap  12  jam
sampai bau amis hilang
  Perebusan
Setelah direndam, rumput laut direbus dengan selama 30-60 menit.
Perbandingan air:rumput laut adalah 2:1.
  Pemblenderan
Setelah  direbus  kemudian  diblender/dihancurkan  Setelah  halus,
direbus kembali dengan ditambahkan pewarna, essence, susu, garam,
tepung sagu dan tepung beras.
  Pencetakan
Setelah  semua  bahan  tercampur  rata  dan  adonan  kental,  cetak
menjadi cendol . Selama proses pencetakan, ditampung dalam air es.
9.  Nata de Seaweed
Nata de  seaweed  adalah jenis olahan rumput laut menjadi bahan
minuman  yang  produknya  diolah  dengan  cara  fermentasi  dengan
menggunakan.  Produk jadi nata berbentuk jelly hasil fermentasi rumout
laut  dengan  bakteri  Acetobacter  selama  2  sampai  3  minggu.  Cara
pembuatan Nata de Seaweed yaitu :
  Ekstraksi rumput laut
Rumput laut basah (200 gr), diblender selanjutnya direbus dalam air
mendidih  (8000  ml)  selama  1-2  jam  dengan  api  kecil.  Kemudian
dilakukan  penyaringan,  sehingga  dihasilkan  filtrat.  Ukur  volume
filtrat
  Pengaturan kondisi lingkungan
Pengaturan kondisi terhadap filtrat diatur kondisi keasamannya (pH
3-4)  menggunakan  asam  cuka  0,75%.  Juga  ditambahkan  gula  pasir
10% dan ammonium sulfat 0,5% dari volume filtrat
  Proses Fermentasi
Filtrte  segera  dimasukkan  ke  dalam  wadah  plastik  atau  botol
bermulut  lebar,  dan  inokulasi  dengan  bakteri  Acetobacter  xylinum.
Fermentasi dilakukan selama 2-3 minggu
  Pemanenan dan Pengemasan
Nata  yang  sudah  terbentuk,  diangkat,  dicuci  bersih,  direbus  untuk
menghilangkan  asam.  Selanjutnya  dipotong-potong  kecil,
dimasukkan ke  dalam larutan gula (15% gula pasir dan 0,07% asam
sitrat) dan dikemas.
c.  Pendapat
Ebook  ini  sangat  bagus  untuk  sebuah  kontribusi  positif  bagi  pembaca
yang akan melakukan suatu usaha dalam bidang  rumput laut. Karena selain
memaparkan semua materi yang berkaitan dengan rumput laut, ebook ini juga
memberikan  banyak  gambaran  dan  penjelasan  tentang  manfaat  dan  cara
pengolahan  rumput  laut  yang  bisa  digunakan  dalam  bidang  pangan,  non
pangan, farmasi dan industri lainnya. Selain itu, dari eook materi Penyuluhan
Rumput  Laut  ini  pembaca  bisa  mengetahui  semua  yang  berkaitan  dengan
rumput  laut  mulai  dari  penyebarannya,  kandungan  gizinya,  penanganan  pra panen  dan  pasca  panen  sebelum  diolah  sampai  dengan  pemanfaatannya menjadi  produk  olahan  dan  diakhiri  dengan  pengemasan  dan  cara penyimpanannya.
Kelemahan dari ebook ini yaitu tidak semua jenis atau klasifikasi dari
rumput laut dipaparkan dan dijelaskan dengan rinci, dan untuk produk-produk olahan  rumput  laut  yang  lainnya  tidak  di  eksplor  atau  dicantumkan  dalam ebook ini.

4.  Judul      :  Pemanfaatan Rumput laut  Eucheuma cottoni  Untuk
Meningkatkan Kadar Iodiumdan Serat Pangan Pada Selain dan Dodol
Nama Pengarang  : Made Astawan, dkk.
Tahun Terbit   : 2004
Penerbit    :  Departemen  Teknologi  Pangan  dan  Gizi,  FATETAIPB
a.  Kata kunci  : Dodol, rumput laut, selai, serat pangan, gangguan
b.  Isi Pokok  :
Gangguan  Akibat  Kekurangan  Iodium  atau  biasa  disebut  Gaki
merupakan  masalah  yang  cukup  sering  diteumui  di  Indonesia.  Untuk
menanggulangi  hal  ini,  maka  timbullah  isisiatif  untuk  membuat  produk
makanan yang terbuat dari bahan pangan beriodium tinggi seperti rumput laut.
Rumput  laut  merupakan  salah  satu  bahan  baku  pangan  yang  memiliki
nilai iodium tinggi, yaitu 0,01-0,8% untuk ganggang coklat dan 0,1-0,15% untuk ganggang merah. Hal ini dibuktikan dengan rendahnya masalah GAKI di negara Jepang  dan  China  yang  erat  kaitannya  dengan  kebiasaan  masyarakatnya mengkonsumsi rumput laut dalam jumlah banyak.
Rumput  laut juga memiliki kandungan serat tinggi yang  sangat berguna
untuk mengurangi resiko terkena penyakit degeneratif seperti penyakit jantung dan  pembuluh  darah,  penyakit  kanker  usus  besar,  diabetes  mellitus,  batu empedu,  konstipasi,  serta  penyakit-penyait  lainnya  yang  berhubungan  dengan obesitas.  Penyakit-penyakit tersebut merupakan penyakit yang disebabkan oleh kurangnya konsumsi makanan berserat.
Sebagai  salah satu solusi jalan keluar, dibuatlah makanan  yang memiliki
kadar  iodium  dan  serat  yang  tinggi  berupa  selai  rumput  laut  untuk  campuran roti. Selain dalam bentuk selai, alteratif lain untuk menambahkan iodium rumput laut  adalah  melalui  makanan  selingan  berupa  dodol,  yag  erupakan  makanan cukup  populer  di  masyarakat  dan  sudah  biasa  menjadi  produk  oleh-oleh  dari wilayah tertentu di Indonesia.
Penelitian  ini  bertujuan  untuk  meningkatkan  kadar  iodium  dan  serat
pangan selai dan dodol.
Dalam penelitian ini, rumput laut  yang digunakan adalah jenis  Euchema
cottonii  dengan  penambahan  essence  strawberry  sebagai  perisanya,  serta
beberapa bahan-bahan kimia untuk analisis proksimat.
Pemuatan  selai  rumput  laut  dalam  penelitian  in  tidak  jauh  berbeda
dengan  pembuatan  selai  rumput  laut  pada  umumnya.  Penambahan  essence strawberry dalam pembuatan selai sangat membantu untuk memperbaiki aroma selai,  karena  rumput  laut  yang  digunakan  masih  memiliki  aroma  air  laut  yang khas,  sehingga  dengan  penambahan  essence  strawberry  diharapkan  dapat menutupi bau dan memberikan warna yang menarik.
Selai  rumput laut ditambahkan asam sitrat dalam pembuatannya.  Hal  ni
bertujuan selain sebagai pemberi flavor, juga berfungsi untuk menurunkan pH.
Menurut  Cruss  (1958),  gel  dan  aroma  selai  yang  baik  dapat  diperoleh  pada batasan pH 3,0-3,7.
Semakin  banyak  penambahan  gula  dalam  pembuatan  selai,  maka
kekentalannya  akan  semakin  rendah.  Menurut  Dsrosier  dan  Norman  (1988), ketegaran  dari  gl  dipengaruhi  oleh  kadar  gula.  Gula  memiliki  sifat  high  water biding capacity dimana dalam konsentrasi tinggi, gula dapat menarik air keluar dari  jaringan  tiga  dimensi  gel  sehingga  mengganggu  kestabilan  karagenan  dan pembentukan  gel  menjadi  tidak  sempurna.  Kekentalan  selai  juga  dipengaruhi oleh  rumput  laut  yang  ditambahkan  .  semakin  banyak  rumput  laut  yang ditambahkan, makan kekentakannya semakin tinggi.  Hal  ini disebabkan  rumput laut mengandung hidrokoloid.
Pembuatan dodol dilakukan dengan 4 tahapan, yaitu pembuatan mata ula,
pengadukan  pertama,  pengadukan  kedua  dan  pengadukan  ketiga.  Mata  ula
adalah  santan  kental  yang  dipanaskan  sampai  setengah  berminyak.  Hasil  dari penelitian ini dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi konsentrasi bubur rumput laut,  warna  yang  terbentuk  semakin  coklat  gelap  akibat  terbentuknya  reaksi karamelisasi pada proses pengadukan ketiga. Dodol rumput laut memiliki tekstur kekerasan dan kekenyalan dan tinggi, karena kadar air yang terdapat pada dodol rumput  laut  lebih  rendah  sehingga  mempengaruhi  kekerasan  dodol  yang dihasilkan.  Kekenyalan  yang  tinggi  disebabkan  oleh  pembentukan  gel  dari rumput  laut  yang  begitu  kuat  dan  elastis  sehingga  makin  sulit  dipecah.  dodol rumput laut memiliki kandungan iodium sebesar 21,56mg/g.
c.  Pendapat  :
Jurnal  ini cukup baik untuk dijadikan acuan, akan tetapi hasil dari penelitian
ini  maih  belum  spesifik  dalam  pembahasan  dari  kandungannya.  Sehingga
masih  belum  dapat  dipahami  dengan  rinci.  Jurnal  penelitian  ini  sangat
bermanfaat  untuk  dijadikan  salah  satu  solusi  dalam  menangani  masalah
pangan dan gizi di indonesia, karena dalam jurnal ini ada upaya pembuatan
makanan yang beriodium tinggi untuk menanggulangi masalah GAKI.
10.  Judul      :  Kualitas  Selai  Yang  Diolah  Dari  Rumput  Laut,
Gracilaria Verrucosa, Eucheuma Cottonii, Serta Campuran Keduanya
Nama Pengarang  : Eko N. Dewi, Titi Surti Dan Ulfatun
Tahun Terbit   : -Nama Penerbit  :    Jurusan  Teknologi  Hasil  Perikanan,  Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponego
a.  Kata kunci: Selai, kualitas, rumput laut
b.  Isi pokok artikel jurnal:
Selai merupakan makanan semi basah berkadar air sekitar 15-40% yang
umumnya dibuat dari sari buah  atau buah yang sudah dihancurkan, ditambah
gula dan dimasak hingga kental atau berbentuk setengah padat (Margono  et
al., 1993). bentuk kental pada selai terjadi karena adanya  reaksi dari pektin
yang berasal dari buah dengan gula dan asam.  Hal yang sangat  berpengaruh
dalam  pembuatan  selai  buah  pada  umumnya  antara  lain  jenis  bahan  baku, persentase gula, dan jumlah asam  yang ditambahkan. Apabila perbandingan bahan-bahan  tersebut  kurang  tepat,  selai  yang  dihasilkan  akan  kurang  baik mutunya seperti kurang cerah, tidak jernih, kurang kenyal seperti agar dengan tekstur tidak terlalu keras (Andress & Harrison, 2006).
Pengujian  yang  dilakukan  memanfaatkan  gel  dari  rumput  laut  jenis
Eucheuma cottonii dan Gracilaria verrucosa dengan pembanding selai nanas.
Eucheuma  cottonii  mengandung  komponen  kappa  karaginan  sedangkan
rumput  laut  Gracilaria verrucosa mengandung agar yang berarti sifat gelnya
akan berbeda. Gel agar cenderung rapuh, sedangkan gel karaginan cenderung
elastis.  Selain  itu,  kedua  jenis  rumput  laut  tersebut  memiliki  kandungan
karbohidrat  yang  berbeda  pula.  Kandungan  karbohidrat  ini  juga  akan
mempengaruhi  kandungan  gula  totalnya.  Rumput  laut  mengandung komponen  serat  yang  tinggi  serta  vitamin  dan  mineral.  Rumput  laut  juga
mempunyai sifat seperti pectin pada buah sehingga sangat cocok digunakan
sebagai selai.
Secara  umum  belum  terdapat  standar  pengolahan  dan  komposisi  selai
rumput laut karena berbeda dengan selai pada  umumnya, hal ini disebabkan
karena perbedaan  sifat rumput laut dengan buah atau bahan baku  pembuatan
selai lainnya. Pembuatan  selai  dilakukan  dengan  penambahan  asam  sitrat  sebanyak1%  untuk  membantu  pembentukan  gel  dan  memberikan  rasa  masam  pada produk  selai. Perbandingan antara rumput laut dengan  gula yaitu 35%  :  65% dengan  tujuan  mendapatkan  padatan  minimal  65%  seperti  yang  disyaratkan oleh  SNI  tentang  selai  buah.  Pectin  diekstraksi  dengan  pendidihan  yang cukup lama.
Jenis bahan yang digunakan dalam pembuatan selai sangat berpengaruh
terhadap  beberapa  hal,  misalnya  kadar  air,  aktifitas  air  dalam  bahan  (Aw), viskositas,  warna,  tekstur,  aroma  dan  rasa.  Tetapi  jenis  bahan  tidak
berpengaruh banyak pada kadar gula.
Analisis  sidik  ragam  menunjukkan  bahwa  terdapat  perbedaan  yang nyata pada kadar air. Perbedaan persentase kadar air pada selai diduga karena
sifat dari masing-masing species rumput laut yang digunakan. Secara alamiah
G.  verrucosa  kering  mengandung  kadar  air  19,01%  sedangkan  E.  cottonii
dalam  berat  kering  mengandung  air  lebih  kecil  yaitu  13,90%,  sehingga  ini
akan berpengaruh terhadap kadar air produk selai.
a)  Kadar Gula
Hasil  analisis  sidik  ragam  menunjukkan  bahwa  perbedaan  jenis
bahan  baku  rumput  laut  untuk  pembuatan  selai  tidak  memberikan
pengaruh  yang  signifikan  terhadap  kadar  gula  total  hasil  analisis  pada
selai,  yaitu berkisar antara 54,89%-57,64%. E. cottonii dan selai  campuran
telah  memenuhi  syarat  mutu  kadar  gula  total  yang  ditetapkan  oleh  SNI
karena  telah  melewati  kandungan  gula  minimum  dalam  selai  (55%),
sedangkan  selai  G.  verrucosa  hampir  memenuhi  syarat  mutu  kadar  gula
total  minimum  selai  karena  nilainya  sedikit  lebih  rendah  dari  55%  yaitu
54,89%.
Gula  juga  mempengaruhi  daya  awet  produk  karena  gula  yang
bersifat  higroskopis  akan  berikatan  dengan  air  yang  terkandung  dalam
bahan,  sehingga  jumlah  air  bebas  pada  bahan  akan  berkurang  dan
mikroorganisme  akansulit  tumbuh.  Selain  itu  gula  juga  berfungsi
memberikan rasa dan pembentu gel yang baik.
b)  Kadar Serat Kasar
Kadar  serat  kasar  yang  terkandung  dalam  selai  tidak  ditetapkan
dalam  SNI selai secara umum yang terbuat dari buah.  Hasil analisis ragam
menunjukkan  bahwa  perbedaan  jenis  bahan  baku  pembuatan  selai  tidak
berpengaruh  terhadap kadar serat kasar selai, baik selai  yang terbuat dari
bahan  baku  rumput  laut  maupun  selai  yang  terbuat  dari  nanas  sebagai
pembanding.  Kadar serat kasar pada hasil penelitian ini dalam berat kering
berkisar antara 2,53%-2,99%. Kandungan serat  pada penelitian ini sedikit
lebih  rendah  dibandingkan  dengan  kadar  serat  total  selai  nanas  yaitu
3,12%.
c)  Derajat Keasaman (pH)
Hasil  analisis  ragam  menunjukkan  bahwa  perbedaan  jenis  bahan
baku  dalam  pembuatan  selai  tidak  memberikan  pengaruh  yang  berbeda
nyata (P>0,05)  terhadap nilai pH selai. Hal ini disebabkan karena jumlah
asam  sitrat  yang  ditambahkan  pada  proses  pembuatan  selai  tersebut
memiliki persentase  yang sama  yaitu  sebesar 1%, sedangkan bahan baku
rumput  laut  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  mempunyai  pH  hasil
pengukuran yang netral yaitu 7.
Asam  berfungsi  sebagai  pembentuk  gel  yang  baik  karena  dapat
memecahkan  dinding  sel  thallus  rumput  laut  sehingga  komponen
pembentuk gel akan terekstrak keluar (Glicksman,1983).
d)  Aktivitas Air (Aw)
Hasil pengukuran nilai Aw menunjukkan perbedaan nilai  Aw diduga
dipengaruhi  oleh  perbedaan  kandungan  gula  total,  di  mana  selai
pembanding memiliki  kandungan gula lebih tinggi (64,44%) dibandingkan
dengan selai E. cottonii, selai G. verrucosa serta selai campuran keduanya.
Kandungan  gula  total  yang  tinggi  dalam  selai  akan  menyerap  dan
mengikat air. Adanya zat-zat tertentu seperti gula pada suatu bahan pangan
mampu mengikat air bebas yang dibutuhkan  untuk kelarutannya, sehingga
air  pada  bahan  pangan  yang  dibutuhkan  oleh  mikroorganisme  untuk
tumbuh  semakin  berkurang  atau  dengan  kata  lain  Aw  menjadi  rendah
(Winarno, 2002).
Selain  itu,  gula  juga  dapat  meningkatkan  tekanan  osmotik  dengan
cara  mengikat  air  bebas  sehingga  tidak  dapat  digunakan  oleh  mikroba.
Adanya  koloid  (gel)  yang  berasal  dari  bahan  baku  rumput  laut  juga
mempengaruhi  Aw  produk.  Hasil  analisis  sidik  ragam  menunjukkan
bahwa  faktor  perbedaan  jenis  bahan  baku  rumput  laut  yang  digunakan
dalam  pembuatan  selai  memberikan  pengaruh  yang  nyata  terhadap  nilai
Aw  selai.  Data  hasil  penelitian  menunjukkan  bahwa  peningkatan  kisaran
Aw selai berbanding lurus dengan peningkatan persentase kadar air.
e)  Viskositas
Berdasarkan  hasil  analisis  ragam  menunjukkan  bahwa  perbedaan
jenis bahan baku pembuatan selai  berpengaruh nyata hingga sangat nyata
terhadapnilai rata-rata parameter viskositas selai. Selai E. cottonii memiliki
nilai viskositas yang berbeda  sangat  nyata dengan selai  G. verrucosa. Hal
ini  diduga  karena  E.  cottonii  mengandung  komponen  kappa  karaginan
sedangkan  G.  verrucosa  mengandung  agar.  Selai  nanas  sebagai
pembanding  memiliki  viskositas  yang  lebih  rendah  (1480,12  cPs)
dibandingkan  dengan  selai  rumput  laut  pada  berbagai  perlakuan.  Hal  ini
diduga karena pada selai nanas mengandung pektin dan tidak mengandung
komponen  agar  dan  kappa  karaginan  yang  bersifat  hidrokoloid  serta
mampu mengikat air pada selai.
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa nilai viskositas  selai rumput
laut  yang  mendekati  nilai  viskositas  selai  nanas  sebagai  pembanding
adalah selai dari rumput  laut  G. verrucosa  dengan nilai viskositas sebesar
1691,04  cPs.  Viskositas yang  terlalu  tinggi  juga  tidak  diharapkan  karena
akan menyebabkan selai akan  semakin sulit dioleskan dan tidak menyebar
rata pada permukaan roti.
  Uji Kesukaan
–  Warna
Selai yang paling disukai dari segi warna adalah selai  E. cottonii
dengan  nilai  rata-rata  7,5  karena  warnanya  kuning  cerah  menyerupai
warna  dari  selai  nanas  (pembanding).  Sedangkan  selai  yang  paling
kurang  disukai  adalah  selai  G.verrucosa  yang  berwarna  kecoklatan.
Warna kecoklatan ini diduga berasal dari warna asal bahan baku rumput
laut yang digunakan yaitu berwarna merah kecoklatan.
Warna cerah pada selai dipengaruhi oleh penambahan asam sitrat.
Menurut  Suryani  et  al.  (2004),  penambahan  asam  sitrat  menyebabkan
warna  selai  lebih  cerah  karena  salah  satu  fungsi  asam  sitrat  adalah
untuk  meningkatkan  warna  dan  menjernihkan  gel  yang  terbentuk.
Semakin  besar  penurunan  pH  maka  warna  selai  yang  dihasilkan
semakin pucat. Hal ini  disebabkan karena asam sitrat  yang digunakan
untuk  menurunkan  pH  dapat  berfungsi  sebagai  pengikat  gel  dan
meningkatkan kecerahan warna.
–  Tekstur
Perbedaan  jenis  bahan  baku  pembuatan  selai  mempengaruhi
tingkat  kesukaan  panelis  terhadap  tekstur  selai.  Perbedaan  respon
panelis  terhadap  tekstur  selai  rumput  laut  diduga  disebabkan  karena
perbedaan  kekenyalan  (gel)  yang  dihasilkan  dari  tiap-tiap  bahan  baku
rumput  laut.  Gel  mempunyai  sifat  seperti  padatan,  khususnya  sifat
elastis dan kekakuan.
–  Aroma
E. cottonii memiliki aroma spesifik rumput laut hingga mendekati
normal, sedangkan  G. verrucosa  memiliki  aroma yang agak amis khas
rumput  laut.  Hasil  uji  Kruskal  Wallis  menunjukkan  bahwa  perbedaan
jenis  bahan  baku  pembuatan  selai  mempengaruhi  tingkat  kesukaan
panelis  terhadap  aroma  selai.  Selain  itu,  aroma  yang  ditimbulkan  dari
selai juga dipengaruhi oleh komponen  bahan penyusun lainnya seperti
gula dan asam sitrat.  Selai nanas (pembanding) memiliki nilai rata-rata
yang  lebih  tinggi  bila  dibandingkan  dengan  selai  rumput  laut  pada
penelitian ini yaitu 7,20 atau mendapat respon suka dari panelis.
–  Rasa
Hasil  uji  Kruskal  Wallis  menunjukkan  bahwa  perbedaan  jenis
bahan  baku  pembuatan  selai  mempengaruhi  tingkat  kesukaan  panelis
terhadap  rasa  selai.  Uji  lanjut  Multiple  Comparison  menunjukkan
bahwa  rasa  selai  G.  verrucosa  berbeda  nyata  dengan  rasa  selai  E.
cottonii dan selai campuran. Selai campuran berbeda nyata dengan selai
G.  verrucosa.  Rasa  pada  selai  dipengaruhi  oleh  jumlah  gula  yang
ditambahkan selama  proses pembuatan selai, sedangkan  rumput laut itu
sendiri tidak mempunyai rasa.  Hal  ini seiring dengan rendahnya kadar
gula total pada selai G. verrucosa dibandingkan dengan selai E. cottonii
dan selai campuran keduanya.
–  Daya Oles
Daya oles adalah kemampuan selai untuk dioleskan secara merata
pada  roti.  Selai  dengan  daya  oles  yang  baik  dapat  dioleskan  di
permukaan  roti  dengan  mudah  dan  menghasilkan  olesan  yang  merata.
Daya  oles  selai  erat  kaitannya  dengan  tekstur  dan  viskositas  selai.
Umumnya  panelis  menyukai  selai  yang  teksturnya  elastis,  tidak  kaku
dan  mempunyai  kemampuan  untuk  dioleskan  pada  roti  secara  merata,
pada selai  pembanding dimungkinkan  adanya penambahan bahan aditif
lain sehingga lebih mudah rekat.
c.  Pendapat:
Jurnal ini sangat baik untuk dijadikan rujukan bagi yang akan melakukan
penelitian  lebih  lanjut.  Penulis  jurnal  membahas  hasil  penelitian  dengan
terperinci namun mudah dimengerti.
Jurnal  ini  akan  lebih  mudah  dimengerti  bila  dicantumkan  table  hasil
penelitian secara keseluruhan, sehingga pembaca bisa langsung memahami hasil penelitian tentang selai rumput laut yang ada.
Agar  lebih  bermanfaat,  penulis  jurnal  dapat  mempublikasikan  dan
mensosialisasikan jurnal penelitian ini kepada masyarakat luas, agar masyarakat tahu bahwa rumput laut dapat diolah menjadi santapan enak seperti selai, serta memahami  proses  pembuatan  selai  rumput  laut  dengan  baik.  Publikasi  dan sosialisasi  dilakukan  terutama  di  daerah-daerah  dekat  laut  yang  banyak menghasilkan rumput laut sebagai komoditi andalannya.

By ehajulaeha027 Dikirimkan di Hewani

KESULITAN BELAJAR PESERTA DIDIK

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dalam sebuah proses belajar mengajar tidak dapat dipungkiri akan menemukan kesulitan belajar yang nampak pada peserta didik. Kesulitan belaja pada peserta didik disini bukan peserta didik tersebut bodoh, namun peserta didik yang mengalami kesulitan ini perlu di bina dengan pendekatan yang lebih mendalam, karena faktor kesulitan tersebut terkadang disebabkan oleh lingkungan peserta didik tersebut itu sendiri, lingkungan keluarga maupun lingkungan sekitar tempat tinggal peserta didik itu sendiri.
Namun terkadang dewasa ini bila peserta didik mengalami kesulitan belajar selalu disangka bodoh, atau di cemooh, juga ditemukan pula bila guru yang tidak mengetahui tata cara mengatasi hal seperti itu peserta didik tersebut malah di acuhkan begitu saja tidak di bantu untuk mengatasi kesulitan yang sedang dihadapinya.
Maka dari itu dibutuhkanlah tenaga pengajar atau guru yang benara benar handal untuk mengatasi kesulitan belajar pada peserta didik. Karena bila di kupas kesulitan belajar pada peserta didik akan sangat berdampak sekali terhadap kualitas peserta didik kedepan, atau hasil output peserta didik tersebut apabila telah keluar dari lingkup sekolah, maka dari itu perlunya cara mengatasi kesulitan belajar pada peserta didik. Karena semua bergantung kepada tenaga pengajarnya atau gurunya sebagai pembimbing atau wali kelas yang dekat dengan peserta didik di sekolah untuk mengatasi hal tersebut selain orang tua dirumah.
Pada makalah yang disusun ini akan membahas kesulitan belajar pada peserta didik, mulai dari faktor penyebabnya hingga solusi yang harus di tempuhnya agar adanya sedikit pencerahan tentang masalah atau bahasan tentang kesulitan pada peserta didik yang dialami pada masa sekaran.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Diagnosis Kesulitan Belajar (DKB)?
b. Bagaimana ciri-ciri peserta didik yang berkesulitan belajar?
c. Apa saja faktor-faktor yang mempengarh kesulitan belajar?
d. Bagaimana cara mengatasi kesulitan belajar peserta didik?
1.3 Tujuan
a. Mengetahui pengertian Diagnosis Kesulitan Belajar (DKB)
b. Mengetahui ciri-ciri peserta didik yang berkesulitan belajar
c. Mengetahui faktor-faktor yang mempengarhi kesulitan belajar
d. Mengetahui cara mengatasi kesulitan Belajar Peserta didik

BAB 2
PERMASALAHAN
3.1 Permasalahan
Pada jaman sekarang banyak sekali para pendidik yang kurang mampu memahami masalah-masalah yang berhubungan dengan kesulitan belajar. Sbagaimana yang telah diketahui, bahwa kesulitan belajar merupakan suatu kondisi dimana seorang siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, masalah kesulitan belajar seseorang muncul karena adanya gangguan dari dalam diri siswa maupun dari luar diri siswa. Kesulitan belajar ini dapat dilihat dari menurunnya prestasi belajar siswa. Dalam hal ini jika siswa merasa kesulitan dalam belajarnya maka seorang siswa dan guru serta orang tua harus mencermati dan mengoreksi kembali apakah ada dari faktor-faktor kesulitan belajar yang dialami siswa. Kesulitan belajar adalah kondisi dimana seorang siswa merasa kesulitan dalam menelaah pelajaran karena disebabkan oleh faktor-faktor baik dari luar maupun dari dalam diri siswa tersebut. Proses belajar seseorang tidak akan selalu berjalan dengan baik, seorang yang mencari ilmu tidak akan terlepas dari kesulitan belajar, Sedangkan dalam pandangan Islam kesulitan merupakan problem yang paling sering dihadapi oleh manusia. Banyak beberapa keadaan, kesulitan juga menghalang manusia untuk melakukan penyesuaian yang tepat atas problematika kehidupan yang dihadapinya.
Dengan adanya permasalah dalam kesulitan belajar peserta didik tersebut, baiknya diadakan suatu analisis terhadap masalah tersebut dan dicari suatu solusi untuk melakukan penyelesaian dalam mengatasi permasalahan tersebut. Kiranya dalam makalah ini akan diuraikan beberapa uraian tentang masalah kesulitan belajar, baik itu pengertian, ciri-ciri, faktor penyebab, cara penyelesaian sampai contoh kasus yang pernah terjadi dalam dunia pendidikan terkait permasalahan dalam kesulitan belajar peserta didik.

BAB 3
LANDASAN TEORI
3.1 Pengertian Kesulitan Belajar
Setiap individu pada prinsipnya memang tidak sama. Perbedaan individual ini pulalah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku belajar dikalangan anak didik. Kesulitan belajar dapat diartikan sebagaikeadaan dimana anak didik atau siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya. Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan karena faktor intelegensi yang rendah, akan tetapi juga disebabkan oleh faktor-faktor non intelegensi. Dengan demikian IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Setiap siswa pada prinsipnya tentu berhak memperoleh peluang untuk mencapai kinerja akademik (academic performance) yang memuaskan. Namun dari kenyataan sehari-hari tampak jelas bahwa siswa itu memiliki perbedaan dalam hal kemampuan intelektual, kemampuan fisik, latar belakang, kebiasaan dan pendekatan belajar yang terkadang sangat mencolok antara seorang siswa dengan siswa lainnya.
Sementara itu, penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah kita pada umumnya hanya ditunjukkan kepada para siswa yang berkemampuan rata-rata, sehingga siswa yang berkemampuan lebih atau yang berkemampuan kurang terabaikan. Dengan demikian, siswa yang berkategori di luar rata-rata itu (sangat pintar dan sangat bodoh) tidak mendapat kesempatan yang memadai untuk berkembang sesuai dengan kepasitasnya. Dari sini kemudian timbullah apa yang disebut kesulitan belajar (learning difficulty) yang tidak hanya menimpa siswa berkemampuan rendah saja, tetapi juga dialami oleh siswa yang berkemampuan tinggi.
Diagnosis Kesulitan Belajar adalah proses menentukan masalah atau ketidakmampuan peserta didik dalam belajar dengan meneliti latar belakang penyebabnya dan ataiu dengan cara menganalisis gejala-gejala kesulitan atau hambatan belajar yang tampak.
Proses belajar seseorang tidak akan selalu berjalan dengan baik, seorang yang mencari ilmu tidak akan terlepas dari kesulitan belajar, sedangkan dalam pandangan Islam kesulitan merupakan problem yang paling sering dihadapi oleh manusia.
Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja ademik atau prestasi belajarnya. Namun, kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku (misbehavior) siswa seperti kesukaan berteriak-teriak di dalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk sekolah dan sering bolos sekolah.
3.2 Ciri-ciri Anak Kesulitan Belajar
Ciri-ciri anak mengalami kesulitan belajar
a. Hasil belajar yang rendah
b. Hasil belajar tidak sesuai dengan usaha
c. Lambat dalam melakukan tugas kegiatan belajar
d. Sikap yang kurang wajar
e. Perilaku yang berkelainan
f. Gejala emosional yang kurang wajar
3.3 Faktor yang Mempengaruhi Kesulitan Belajar
Kegiatan belajar tidak senantiasa membawa keberhasilan. Hal ini dikarenakan ada hal-hal tertentu yang dapat menimbulkan kegagalan atau menyebabkan gangguan-gangguan yang dapat menghambat kemajuan besar. Kegagalan itu bisa disebut faktor kesulitan belajar yang dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Faktor Faktor yang Bersumber Dari Diri Sendiri (Internal)
Faktor internal disebut juga dengan faktor yang timbul dari diri siswa itu sendiri disebut. Faktor ini sangat besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar siswa. Gangguan dari dalam merupakan gangguan yang datang dari diri kita sendiri. Misalnya tekad kita yang kurang kuat untuk belajar. Hal lain yang merupakan gangguan dari dalam adalah sifat emosi kita. Sifat mudah marah dan benci akan mengganggu dan membuat diri kita sensitif terhadap gangguan.
a) Faktor Jasmani
Faktor jasmani ini berhubungan dengan kesehatan siswa. Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya bebas dari penyakit. Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap proses belajar siswa. Faktor jasmani yang terkait dengan faktor kesehatan siswa memberi peranan yang cukup besar dalam proses belajar mengajar- mengajar. Siswa dapat belajar dengan baik jika dalam kondisi kesehatan yang baik pula.
b) Faktor Rohani
• Minat dan Motivasi Terhadap Bahan Pelajaran : Minat menentukan sukses atau gagalnya kegiatan seseorang. Minat yang besar akan mendorong motivasinya.
• Perhatian :Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajari.
• Taraf Intelegensi
• Kebiasaan Belajar : Pada dasarnya kebiasaan belajar ini bersifat individual, tetapi bisa ditentukan sama rata untuk semua orang
• Kecakapan Mengikuti Pelajaran : Cakap mengikuti pelajaran disini apabila siswa mengerti hal yang diajarkan dan kemudian merangsangnya untuk menambah pengetahuan yang luas.
c) Faktor Kelelahan
Kelelahan pada seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat dibedakan yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk membaringkan tubuh. Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang.
b. Faktor-faktor yang Bersumber dari lingkungan sekolah (Eksternal)
Faktor-faktor ekstern siswa adalah semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa sehingga menjadilan hambatan-hambatan terhadap kemajuan belajar siswa. Faktor-faktor eksternal tersebut berasal dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan siswa itu tinggal, dan Faktor tersebut dapat dijelaskan sebagi berikut:
a) Faktor keluarga
• Cara Orang Tua Mendidik : Cara orang tua mendidik anak besar pengaruhnya terhadap belajar anak, karena keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama.
• Relasi Antar Anggota Keluarga : Relasi antar anggota keluarga yang terpenting adalah relasi orang tua dan anaknya. Selain itu relasi anak dan saudaranya atau dengan anggota keluarga yang lain turut mempengaruhi belajar anak.
• Suasana Rumah : Suasana rumah dimaksudkan sebagai situasi dan kejadian yang sering terjadi didalam keluarga dimana anak ada dan belajar.
• Keadaan Ekonomi Keluarga : Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya juga membutuhkan fasilitas belajar lainnya seperti ruang belajar dan sebagainya.
• Pengertian Orang Tua : Anak belajar perlu dorongan dan pengertian orang tua. Bila anak sedang belajar jangan diganggu dengan tugas-tugas dirumah.
• Latar Belakang Kebudayaan : Tingkat pendidikan atau kebiasaan didalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Perlu kepada anak ditanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik, agar mendorong semangat anak untuk belajar.
b) Faktor Sekolah
• Metode Mengajar : Cara yang digunakan pengajar dalam memberikan pengajaran dan membimbing sering kali besar pengaruhnya terhadap para siswa
• Kurikulum : Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa. Kurikulum yang kurang baik berpengaruh tidak baik terhadap belajar. Kurikulum yang tidak baik itu misalnya kurikulum yang terlalu padat di atas kemampuan siswa, tidak sesuai dengan bakat dan minat siswa.
• Hubungan Guru dengan Siswa : Dalam hubungan antara guru dengan siswa yang baik, siswa akan menyukai gurunya, juga akan menyukai mata pelajaran yang diberikan sehingga siswa berusaha mempelajari sebaik- baiknya.
• Disiplin Sekolah : Disiplin sekolah erat hubungannya dengan kerajinan siswa dalam sekolah dan juga dalam belajar.
• Alat Pelajaran : Alat pelajaran erat hubungannya dengan cara belajar siswa, karena alat pelajaran yang dipakai oleh guru dipakai pula oleh siswa untuk menerima bahan yang diajarkan itu.
• Bahan-Bahan Bacaan : Kurangnya buku-buku bacaan dapat menyebabkan terganggunya kelancaran studi siswa.
• Standar Pelajaran diatas Ukuran : Guru berpendirian untuk mempertahankan wibawanya, perlu memberi pelajaran diatas ukuran standar. Akibatnya siswa merasa kurang mampu dan takut kepada guru..
• Keadaan Gedung : Dengan jumlah siswa yang banyak serta variasi karakteristik masing-masing menuntut keadaan gedung yang harus memadai didalam setiap kelas.
• Metode Belajar : Banyak siswa melaksanakan cara belajar yang salah. Dengan cara belajar yang tepat akan efektif pula hasil belajar siswa itu.
• Tugas Rumah : Waktu belajar terutama adalah di sekolah, disamping untuk waktu belajar dirumah.
c) Faktor Masyarakat
• Kegiatan Siswa Dalam Masyarakat: Kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan dalam perkembangan pribadinya.
• Media Massa : semua media massa yang ada dan beredar dalam masyarakat.
• Teman Bergaul : Pengaruh-pengaruh dari teman bergaul siswa lebih cepat masuk dalam jiwanya. Teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik dalam diri siswa begitu juga sebaliknya teman bergaul yang jelek pasti mempengaruhi yang bersifat buruk.
• Bentuk Kehidupan Masyarakat : Kehidupan masyarakat disekitar siswa juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Masyarakat yang terdiri dari orang-orang tidak terpelajar akan berpengaruh terhadap siswa tersebut dan mengurangi semangat belajar.
3.2 Model Pemecahan Kesulitan Belajar Siswa
Banyak alternatif yang dapat diambil guru dalam mengatasi kesulitan belajar siswanya. Namun sebelum menetapkan alternatif pemecahan masalah kesulitan belajar siswa, guru sangat dianjurkan untuk lebih dahulu melakukan identifikasi (upaya mengenali gejala dengan cermat) terhadap fenomena yang menunjukkan kemungkinan adanya kesulitan belajar yang melanda siswa tersebut. Upaya seperti ini disebut diagnosis yang bertujuan menetapkan jenis penyakit yakni jenis kesulitan belajar siswa. Banyak langkah-langkah diagnostik yang dapat ditempuh, antara lain yang cukup terkenal adalah prosedur weener & senfsebagaimana yang dikutip wardani yang dikemukakan oleh Muhibbin Syah sebagai berikut:
a. Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa ketika mengikuti pelajaran
b. Memeriksa pendengaran dan penglihatan siswa khususnya yang diduga mengalami kesulitan belajar
c. Mewawancarai orang tua atau wali siswa untuk mengetahui hal ihwal keluarga yang mungkin menimbulkan kesulitan belajar
d. Memberikan tes diagnostik bidang kecakapan tertentu untuk mengetahui hakikat kesulitan belajar yang dialami siswa
e. Memberi tes kemampuan intelegensi (IQ) khususnya kepada siswa yang di duga mengalami kesulitan belajar.
Dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan siswa. Penyampaian materi pelajaran hanyalah merupakan salah satu dari berbagai kegiatan dalam belajar sebagai sesuatu proses yang dinamis dalam segala fase dan proses perkembangan siswa. Secara lebih terperinci tugas guru berpusat pada:
1. Mendidik dengan kritik berat memberikan arah dan motivasi pencapaian tujuan baik jangka pendek maupun jangka panjang;
2. Memberi fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar yang memadai;
3. Membantu perkembangan aspek-aspek pribadi seperti sikap, nilai- nilai, dan penyesuaian diri.
Demikianlah, dalam proses belajar mengajar guru tidak terbatas sebagai penyampaian ilmu pengetahuan akan tetapi lebih dari itu, ia bertanggung jawab akan kekseluruhan perkembangan kepribadian siswa. Ia harus mampu menciptakan proses belajar yang sedemikian rupa sehingga dapat merangsang siswa untuk belajar secara aktif dan dinamis dalam memenuhi kebutuhan dan menciptakan tujuan. Kesempatan belajar makin terbuka melalui berbagai sumber dan media. Siswa-siswa masa kini dapat belajar dari berbagai sumber dan media seperti surat kabar, radio, televisi, film dan sebagainya. Ia pun dapat belajar dalam berbagai kesempatan dan kegiatan diluar sekolah. Guru hanya merupakan salah satu diantara berbagai sumber dan media belajar.

Baca lebih lanjut

By ehajulaeha027 Dikirimkan di Tugas

JURNAL LAPORAN PRAKTIKUM (ANALISIS WARNA)

ANALISIS WARNA PADA MAKANAN DENGAN METODE ANALISIS SEDERHANA MENGGUNAKAN BENANG WOL SEBAGAI MEDIANYA
Eha Julaeha NIM 1203208, Mega Kusumah Putri NIM 1200312, Mochamad Angga Kusumah NIM 1200070
Progam Studi Pendidikan Teknologi Agroindustri, Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Universitas Pendidikan Indonesia
Jl. Dr. Setiabudhi No. 207, Bandung 40154

ABSTRACT
Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia.dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari makanan. Sebagai kebutuhan dasar , makanan tersebut harus mengandung zat gizi untuk dapat memenuhi fungsinya dan aman dikonsumsi. Warna merupakan faktor yang dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan suatu produk. Warna juga merupakan daya tarik terbesar untuk menarik konsumen untuk menikmati produk makanan tersebut. Warna dalam makanan dapat meningkatkan penerimaan konsumen tentang sebuah produk. Namun, penggunaan pewarna sintetis harus dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku karena dapat merugikan kesehatan. Metode analisis kualitatif yang digunakan adalah menggunakan benang wol sebagai media untuk mengetahui kandungan zat pewarna yang terkandung pada sebuah makanan. Pada analisis kadar warna dilakukan untuk mengetahui kandungan pewarna sintetis secara berlebihan misalnya rhodamin, pewarna kain, dll yang mengandung zat kiia yang berlebihan bagi tubuh yang menyebabkan berbagai penyakit bila terlalu banyak masuk pada tubuh.
Kata Kunci : Makanan, pewarna sintetis, analisis kadar warna

I. PENDAHULUAN

Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia.dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari makanan. Sebagai kebutuhan dasar , makanan tersebut harus mengandung zat gizi untuk dapat memenuhi fungsinya dan aman dikonsumsi karena makanan yang tidak aman dapat menimbulkan gangguan kesehatan bahkan keracunan (Moehji, 1992). Aneka produk makanan dan minuman yang berwarna-warni tampil semakin menarik. Warna-warni pewarna membuat aneka produk makanan mampu mengundang selera. bahan pewarna tampaknya sudah tidak bisa dipisahkan dari berbagai jenis makanan dan minuman olahan. Produsen pun berlomba-lomba untuk menarik perhatian para konsumen dengan menambahkan pewarna pada makanan dan minuman.
Warna dari suatu produk makanan ataupun minuman merupakan salah satu ciri yang penting. Warna merupakan salah satu kriteria dasar untuk menentukan kualitas makanan, antara lain warna dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan, seperti pencoklatan (deMan JM. 1997). Selain itu, beberapa warna spesifik dari buah juga dikaitkan dengan kematangan.
Warna juga mempengaruhi persepsi akan rasa. Oleh karena itu, menimbulkan banyak pengaruh terhadap konsumen dalam memilih suatu produk makanan dan minuman (Fennema OR. 1996; Smith J. 1991). Tujuan dari penggunaan zat warna tersebut adalah untuk membuat penampilan makanan dan minuman menjadi menarik, sehingga memenuhi keinginan konsumen. Awalnya, makanan diwarnai dengan zat warna alami yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau mineral, akan tetapi proses untuk memperoleh zat warna alami adalah mahal. Selain itu, zat warna alami umumnya tidak stabil terhadap pengaruh cahaya dan panas sehingga sering tidak cocok untuk digunakan dalam industri makanan. Maka, penggunaan zat warna sintetik pun semakin meluas. Keunggulan-keunggulan zat warna sintetik adalah lebih stabil dan lebih tahan terhadap berbagai kondisi lingkungan. Daya mewarnainya lebih kuat dan memiliki rentang warna yang lebih luas. Selain itu, zat warna sintetik lebih murah dan lebih mudah untuk digunakan (deMan JM. 1997; Smith J. 1991; Nollet LML. 1996).
Sejak pertama kali dibuat pada tahun 1856 hingga saat ini, telah banyak zat warna sintetik yang diciptakan. Akan tetapi, ternyata banyak pula zat warna sintetik itu memiliki sifat toksik (Marmion DM. 1984). Dalam suatu penelitian, diperoleh zat warna azo (Amaranth, Allura Red, dan New Coccine) terbukti bersifat genotoksik terhadap mencit (Tsuda S. et al. 2006). Selain itu, zat warna Red No. 3juga terbukti dapat merangsang terjadinya kanker payudara secara in vitro (Dees C. et al. 2006). Maka, penggunaannya harus diatur secara tegas.
Penggunaan pewarna jenis itu dilarang keras, karena bisa menimbulkan kanker dan penyakit-penyakit lainnya. Pewarna sintetis yang boleh digunakan untuk makanan (food grade) pun harus dibatasi penggunaannya. Karena pada dasarnya, setiap benda sintetis yang masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan efek. Namun masih saja ada sejumlah oknum produsen makanan yang menambahkan pewarna sintetis pada makanan, yang dilatar belakangi oleh inginnya mendapat keuntungan besar namun pengeluaran modal yang sedikit atau minim, tanpa memikirkan keamanan bagi tubuh konsumen yang mengkonsumsi makanan tersebut. Biasanya produsen makanan tersebut menjajahkannya di sekitar sekolah sekolah karena anak anak tertarik akan warna yang mencolok sehingga anak – anak sering menjadi sasarannya. Biasanya makanan yang menggunakan pewarna sintetis akan sangat mencolok dan sangat terang sekali warna yang di timbulkan pada makanannya, tiak mudah pudar, dan menempel pada tangan dan masih banyak ciri cirinya. Bahkan beberapa negara maju, seperti Eropa dan Jepang telah melarang penggunaan pewarna sintetis seperti pewarna tartrazine. Mereka lebih merekomendasikan pewarna alami, seperti beta karoten.
Di Indonesia, zat warna makanan termasuk dalam Bahan Tambahan Pangan yang diatur melalui UU RI No.7 tahun 1996 tentang Pangan pada bab II, bagian kedua, pasal 10. Dalam UU tersebut, dinyatakan bahwa dalam makanan yang dibuat untuk diedarkan, dilarang untuk ditambah dengan bahan apapun yang dinyatakan dilarang atau melampaui batas ambang maksimal yang ditetapkan. Selain itu, dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.239/Menkes/Per/V/85 dan Kep. Dir. Jend. POM Depkes RI Nomor: 00386/C/SK/II/90 tentang Perubahan Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 239/Menkes/Per/V/85, terdapat 34 jenis zat warna yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya dan dilarang penggunaannya pada makanan (Utami ND. 2005; Dirjen POM 1997).
Makanan yang beredar di masyarakat memiliki warna yang bermacam-macam dan kebanyakan menggunakan zat warna sintetik. Dengan adanya peraturan yang telah ditetapkan, diharapkan keselamatan konsumen dapat terjamin. Akan tetapi, kenyataannya tidaklah demikian. Hal tersebut dapat dilihat pada penjual makanan di pinggiran jalan, biasanya menggunakan bahan tambahan makanan, termasuk zat warna, yang tidak diijinkan. Hal itu disebabkan karena bahan-bahan itu mudah diperoleh dalam kemasan kecil di toko dan pasar dengan harga murah (Maskar DH. 2004; Sihombing N. 1985).
Oleh karena itu, adanya zat warna sintetik yang tidak diijinkan dalam makanan, dapat terjadi karena kesengajaan produsen makanan menggunakan zat warna sintetik itu, misalnya zat warna tekstil, untuk menghasilkan warna yang lebih menarik. Atau, hal itu bisa terjadi karena ketidaktahuan produsen makanan membeli zat warna sintetik yang dikiranya aman, tetapi ternyata mengandung zat warna sintetik yang tidak diijinkan.
Bahan pewarna yang sering digunakan dalam makanan olahan terdiri dari pewarna sintetis (buatan) dan pewarna natural (alami). Pewarna sintetis terbuat dari bahan-bahan kimia, seperti tartrazin untuk warna kuning atau allura red untuk warna merah.
Kadang-kadang pengusaha yang nakal menggunakan pewarna bukan makanan (non food grade) untuk memberikan warna pada makanan. Demi mengeruk keuntungan, mereka menggunakan pewarna tekstil untuk makanan. Ada yang menggunakan Rhodamin B —pewarna tekstil — untuk mewarnai terasi, kerupuk dan minuman sirup.
Adapun jenis zat Pewarna menurut Winarno (1995), yang dimaksud dengan zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan atau untuk memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar kelihatan lebih menarik. Menurut PERMENKES RI No.722/Menkes/Per/IX/1988, zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau member warna pada makanan.
Berdasarkan sumbernya zat pewarna dibagi dalam dua golongan utama yaitu pewarna alami dan pewarna buatan.
1. Pewarna alami
Pada pewarna alami zat warna yang diperoleh berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan seperti : caramel, coklat, daun suji, daun pandan, dan kunyit.
Jenis-jenis pewarna alami tersebut antara lain :
a. Klorofil, yaitu zat warna alami hijau yang umumnya terdapat pada daun, sehingga sering disebut zat warna hijau daun.
b. Mioglobulin dan hemoglobin, yaitu zat warna merah pada daging.
c. Karotenoid, yaitu kelompok pigmen yang berwarna kuning, orange, merah orange, yang terlarut dalam lipid, berasal dari hewan maupun tanaman antara lain, tomat, cabe merah, wortel.
d. Anthosiamin dan anthoxanthim. Warna pigmen anthosianin merah, biru violet biasanya terdapat pada bunga, buah-buahan dan sayur-sayuran.

2. Pewarna Buatan
Di Negara maju, suatu zat pewarna buatan harus melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk akhir, harus melalui suatu senyawa dulu yang kadang-kadang berbahaya dan seringkali tertinggal dalam hal akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya (Cahyadi, 2006).
Namun sering sekali terjadi penyalahgunaan pemakaian pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna tekstil dan kulit untuk mewarnai bahan pangan. Bahan tambahan pangan yang ditemukan adalah pewarna yang berbahaya terhadap kesehatan seperti Amaran, Auramin, Methanyl Yellow, dan Rhodamin B. Jenis-jenis makanan jajanan yang ditemukan mengandung bahan-bahan berbahaya ini antara lain sirup, saus, bakpau, kue basah, pisang goring, tahu, kerupuk, es cendol, mie dan manisan (Yuliarti,2007).
Timbulnya penyalahgunaan bahan tersebut disebabkan karena ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan, dan juga disebabkan karena harga zat pewarna untuk industri lebih murah dibanding dengan harga zat pewarna untuk pangan (Seto,2001).
Oleh karena itu perlu dilakukan analisis warna pada makanan yang menurut kami mencurigakan, dengan menggunakan meode kualitatif sederhana menggunakan benang wol sebagai medianya. Analisis ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui apakah makanan tersebut positif mengandung pewarna sintetis atau tidak, dan dilakukan juga agar mahasiswa dapat mengetahui cara analisis warna pada makanan sekitarnya.

II. METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari kamis tanggal 22 Mei 2014 di Laboratorium Prodi Pendidikan Teknologi Agroindustri, Lantai 4 Gedung Baru, FPTK UPI.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada analisis warna ini adalah beaker glas 100 ml, sudip, hotplat / penangas air, termometer, benang wol dan krustang. Sementara itu bahan yang digunakan pada analisis ini adalah aquades, larutan HCL, larutan NaOH 10%, larutan H2SO4 pekat, dan larutan Na2SO4 12%. Dan sampel yang akan digunakan untuk analisis warna diantaranya kerupuk warna warni (hijau dan merah), minuman bersoda ( fanta ), kukubima, segar sari, selai nanas, saos dan pewarna wantex warna merah marun.
C. Tujuan
Agar mahasiswa dapat mengetahui cara mengidentifikasi zat pewarna sintetis pada bahan pangan.
D. Prosedur
Prosedur yang dilakukan pada analisis warna ini yaitu :
• Pengambilan larutan sampel sebanyak 30 ml, dan mengatur pHnya agar 4, bila sampel ber pH tinggi ( dalam keadaan basa ) maka di beri larutan HCl sampai pHnya mencapai 4, namun bila sampel ber pH kurang dari 4 ( terlalu asam ) di beri larutan NaOH hingga pHnya 4.
• Kemudian memanaskan benang wol di dalam aquades yang di didihkan bersuhu 100o C, dilakukan selama 30 menit, setelah itu di dilakukan pengeringan dalam oven kurang lebih 2 menit agar benang kering seperti semula, lalu memotong benang menjadi 4 bagian.
• Setelah itu memasukan benang wol yang sudah di potong menjadi 4 bagian kedalam sampel, setelah benang dimasukan didihkan sampel pada hotplate selama 30 menit juga dihitung sejak sampel mendidih.
• Setelah 30 menit benang di angkat lalu di bersihkan dengan aquades dan oven benang agar kering seperti semula.
• Menyimpan 4 bagian benang tersebut pada masing – masing cawan, lalu diteteskan HCL pada benang 1, NaOH pada benang 2, Na2SO4 pada benang 3, dan H2SO4 pada benang 4.
• Terakhir melakukan pengamatan terhadap perubahan warna yang terjadi pada benang, lalu dilakukan analisis sesuai dengan table yang tersedia, jika linear maka analisis positif mengandung pewarna sintetis dan jika tidak linear/sejaja maka negatif mengandung pewarna sintetis, kemudian mencatat hasilnya.

Baca lebih lanjut

By ehajulaeha027 Dikirimkan di Laprak

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DI BIDANG EKONOMI PEMBANGUNAN NASIONAL

Pembangunan Nasional

Pembangunan nasional merupakam rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarkat, bangsa, dan Negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional yang temaktub dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Pentingnya Peranan Sektor Pertanian
Sektor pertanian menjadi salah satu komponen pembangunan nasional dalam menuju swasembada pangan guna mengentaskan kemiskinan. Pentingnya peran sektor pertanian dalam pembangunan nasional diantaranya: sebagai penyerap tenaga kerja, menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB), sumber devisa, bahan baku industri, sumber bahan pangan dan gizi, serta pendorong bergeraknya sektor-sektor ekonomi lainya.

Di era otonomi daerah, pemerintah daerah memiliki keleluasaan dalam perumusan permasalahan dan kebijakan pembangunan pertanian. Pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi diharapkan akan mampu menjamin efisiensi dan efektifitas pelaksanaan pembangunan pertanian, sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat.

Pada kenyataannya, sampai saat ini sektor pertanian masih menghadapi banyak permasalahan. Kebijakan pemerintah daerah yang kurang berpihak pada sektor pertanian menjadi kendala dalam perkembangan sektor pertanian. Pemerintah daerah lebih memperhatikan sektor industri karena sektor industri selama ini diklaim memberikan pendapatan yang tinggi kepada daerah. Investor juga lebih tertarik menanamkan modalnya pada sektor industri dibanding sektor pertanian. Ini semakin menambah deretan permasalahan pembangunan sektor pertanian

Permasalahan-Permasalahan Dalam Pembangunan Pertanian

Sebagai komponen dalam pembangunan dan penopang seluruh kehidupan masyarakat, sektor pertanian sering dihadapkan pada berbagai permasalahan. Permasalahan-permasalahan dalam sektor pertanian antara lain :
Penguasaan dan akses teknologi pertanian lemah.

Tingkat pendidikan petani yang sebagian besar masih rendah menyebabkan sistem alih teknologi lemah dan penerapan teknologi kurang tepat sasaran. Akses informasi teknologi yang mendukung pembangunan pertanian diperdesaan cenderung lebih sulit didapatkan, sehingga menyebabkan pembangunan pertanian menjadi terhambat. Pada era desentralisasi kegiatan penyuluhan kurang mendapat perhatian dari pemerintah daerah. Hal ini mengakibatkan keterkaitan antara peneliti, penyuluh, dan petani kurang intensif sehingga diseminasi teknologi menjadi lambat dan kurang tepat sesuai kebutuhan.

Infrastruktur pertanian terbatas dan terabaikan.

Masalah yang paling krusial dan sampai saat ini belum teratasi dengan bijaksana yaitu pengembangan infrastruktur pertanian. Keberadaan kelembagaan seperti balai karantina, laboratorium uji mutu, irigasi, listrik, transportasi, keuangan, unit pengolahan dan pemasaran masih terbatas akibatnya usaha pertanian kurang berkembang.

Kelembagaan pertanian belum berfungsi secara maksimal.

Kelembagaan petani di tingkat desa sebagian besar merupakan kelembagaan informal dimana sistem organisasi, manajemen, maupun administrasi kelembagaannya belum dapat berfungsi secara maksimal. Lembaga petani yang dapat menjadi alat untuk meningkatkan skala usaha untuk memperkuat posisi tawar petani sudah banyak yang tidak berfungsi.

Nilai tambah dan harga produk pertanian rendah.

Sektor pertanian Indonesia masih sangat tergantung pada hasil primer, sehingga nilai tambah produk yang diperoleh masih rendah dan kurang kompetitif dipasar domestik maupun luar negeri.

Ketersediaan sumber daya manusia pengelola pertanian terbatas.

  • Sejak dahulu prosentase peluang terbesar penyerap tenaga kerja di Indonesia ada di sektor pertanian. Di era globalisasi ini, ketersediaan sumber daya manusia yang mau dan mampu mengelola di bidang pertanian sudah semakin berkurang karena rendahnya regenerasi petani. Generasi muda yang diharapkan sebagai penerus, lebih tertarik dibidang selain pertanian sehingga menjadi kendala dalam perkembangan sektor pertanian.Tingginya harga sarana produksi pertanian.

    Harga sarana produksi pertanian kian hari kian tinggi. Disamping itu ketersedian saprotan (misalnya pupuk dan benih unggul) dipasaran ketika musim tanam tiba terkadang sangat terbatas. Pengurangan subsidi saprotan membuat biaya usaha pertanian semakin tinggi, sehingga tidak sebanding dengan harga hasil panen produk pertanian. Ini akan menjadi beban petani yang ditangung secara terus menerus sehingga mengakibatkan sektor pertanian mengalami penurunan.

    Perubahan iklim yang tajam.

    Perubahan iklim yang ekstrim mengakibatkan fluktuasi dan penurunan produktivitas pertanian, bahkan dapat menyebabkan gagal panen yang dapat terjadi berulang-ulang.

    Struktur pasar yang monopsonis.

    Penguasaan akses pasar yang lemah sangat merugikan petani. Produk pertanian umumnya harus menghadapi struktur pasar yang monopsonis. Kondisi infrastruktur perdesaan (transportasi, pasar, gudang) yang belum memadai juga menyebabkan rantai tata niaga menjadi panjang. Akibatnya petani kurang dekat dengan pasar dan posisi tawar petani dipasar menjadi lemah karena harga beli “ditentukan” oleh pedagang pengepul dan tengkulak.

    Lemahnya akses permodalan.

    Akses petani terhadap sumber-sumber permodalan masih sangat terbatas. Keterbatasan modal ini karena petani Indonesia adalah petani kecil (gurem) yang kurang mampu memenuhi persyaratan dan prosedur pengajuan kredit kepada bank maupun lembaga keuangan formal lainnya. Akibatnya sebagian besar petani lebih akrab dengan sumber-sumber pembiayaan informal (pedagang input/output, tengkulak, dan kelompok) karena sumber-sumber ini “sangat mengerti” kondisi dan kebutuhan petani.

    Ketersediaan dan pemanfaatan lahan pertanian belum optimal.

    Tingginya alih fungsi atau konversi lahan pertanian ke non pertanian akibat kebijakan sekarang sedang menjadi fenomena yang terjadi di hampir seluruh wilayah. Berkurangnya luasan lahan yang digunakan untuk kegiatan pertanian secara signifikan dapat mengganggu stabilitas kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan baik lokal maupun nasional. Disamping itu, produktivitas lahan menurun akibat intensifikasi berlebihan dan penggunaan pupuk kimia secara terus menerus serta masih banyak lahan tidur yang belum dimanfaatkan.

    Upaya Peningkatan Peran Sektor Pertanian

    – Untuk lebih meningkatkan peran sektor pertanian pelaku pembangunan pertanian harus mampu membangun usaha yang berdaya saing tinggi dan mampu berperan serta dalam melestarikan lingkungan hidup. Beberapa rekomendasi strategi pembangunan pertanian dalam upaya peningkatan peran sektor pertanian dan perdesaan, yaitu :

    – Meningkatkan kegiatan penyuluhan guna menggalakan sistem alih teknologi dan percepatan penyebaran informasi pembangunan pertanian melalui pendampingan petani.

    – Perbaikan infrastruktur pertanian dan peningkatan teknologi tepat guna yang berwawasan pada konteks kearifan lokal serta pemanfaatan secara maksimal penelitian dibidang pertanian.

    – Penguatan sistem kelembagaan pertanian dan perdesaan melalui penumbuhan kesadaran petani terhadap hak-hak petani melalui pembinaan yang berkelanjutan, penguatan organisasi dan jaringan tani.

    – Peningkatan nilai tambah komoditas melalui pengembangan agroindustri yang berbasis sumber daya domestik dan perdesaan, sehingga dapat meningkatkan daya saing komoditas pertanian dan kesempatan kerja terhadap perekonomian perdesaan makin luas.

    – Peningkatan kualitas sumber daya manusia dengan meningkatkan kemampuan penguasaan teknologi, kewirausahaan, dan manajemen usaha tani melalui penyuluhan pertanian, dan pengembangan sistem pendidikan dibidang pertanian yang menarik minat dan bakat generasi muda.

    – Kebijakan daerah mengenai program insentif usaha tani melalui pemberian jaminan harga, subsidi pupuk yang tepat sasaran dan bersifat produktif, serta keringanan pajak.

    – Sosialisasi informasi prakiraan iklim yang handal guna menekan angka gagal panen akibat perubahan iklim yang ekstrim. Dengan adanya informasi prakiraan iklim yang handal petani dapat menyesuaikan sistem budidaya atau strategi penanaman dengan prakiraan iklim tersebut

    – Perlunya menciptakan pengembangan pasar dan jaringan pemasaran yang berpihak kepada petani berupa pasar alternatif dengan rantai tata niaga pendek (direct marketing), mendorong terwujudnya organisasi tani yang kuat dan berakar serta meningkatkan kemudahan layanan akses sumber informasi dan teknologi.

    – Menumbuh kembangkan program pembiayaan pertanian melalui lembaga keuangan khusus yang melayani petani.

    – Menggalakan sistem pertanian yang berbasis pada konservasi lahan, pengembangan sistem pertanian ramah lingkungan (organik) dan pemanfaatan lahan tidur untuk pemberdayaan masyarakat daerah.

    Pembangunan pertanian bukan hanya dihadapkan pada permasalahan dalam lingkup pertanian saja. Perubahan sistem pemerintahan sentralistik menjadi desentralisasi, yang memberikan kesempatan kepada daerah untuk mengelola sumber daya ekonominya secara mandiri, merupakan tantangan tersendiri dalam bidang tata kelola pemerintahan dan birokrasi yang mendukung pembangunan pertanian. Dalam hal ini, koordinasi antara pusat dan daerah serta integrasi sistem pembangunan pertanian akan meingkatkan percepatan pembangunan pertanian. Selain itu, globalisasi yang menjadi pintu gerbang bagi arus masuk barang mengakibatkan peningkatan produk pertanian dari luar negeri, dan arus informasi mengakibatkan perubahan cara pandang masyarakat. Untuk itu, pembangunan pertanian di Indonesia tidak saja dituntut untuk menghasilkan produk-produk yang berdaya saing tinggi, pembangunan pertanian diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah serta pemberdayaan masyarakat. Tantangan tersebut mengharuskan kita untuk bekerja keras, apabila menginginkan pertanian menjadi pendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat dan dapat menjadi motor penggerak pembangunan bangsa.

Pertanian dapat dilihat sebagai suatu yang sangat potensial dalam empat bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional yaitu sebagai berikut:

– Ekspansi dari sektor-sektor ekonomi lainnya sangat tergantung pada pertumbuhan output di bidang pertanian, baik dari sisi permintaan maupun penawaran sebagai sumber bahan baku bagi keperluan produksi di sektor-sektor lain seperti industri manufaktur dan perdagangan.

– Pertanian berperan sebagai sumber penting bagi pertumbuhan permintaan domestik bagi produk-produk dari sektor-sektor lainnya.

– Sebagai suatu sumber modal untuk investasi di sektor-sektor ekonomi lainnya.

– Sebagai sumber penting bagi surplus perdagangan (sumber devisa).

Kontibusi terhadap kesempatan kerja

Di suatu Negara besar seperti Indonesia, di mana ekonomi dalam negerinya masih di dominasi oleh ekonomi pedesaan sebagian besar dari jumlah penduduknya atau jumlah tenaga kerjanya bekerja di pertanian. Di Indonesia daya serap sektor tersebut pada tahun 2000 mencapai 40,7 juta lebih. Jauh lebih besar dari sector manufaktur. Ini berarti sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja yang tinggi.

Kalau dilihat pola perubahan kesempatan kerja di pertanian dan industri manufaktur, pangsa kesempatan kerja dari sektor pertama menunjukkan suatu pertumbuhan tren yang menurun, sedangkan di sektor kedua meningkat. Perubahan struktur kesempatan kerja ini sesuai dengan yang di prediksi oleh teori mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi dari suatu proses pembangunan ekonomi jangka panjang, yaitu bahwa semakin tinggi pendapatan per kapita, semakin kecil peran dari sektor primer, yakni pertambangan dan pertanian, dan semakin besar peran dari sektor sekunder, seperti manufaktur dan sektor-sektor tersier di bidang ekonomi. Namun semakin besar peran tidak langsung dari sektor pertanian, yakni sebagai pemasok bahan baku bagi sektor industri manufaktur dan sektor-sektor ekonomi lainnya.

Kontribusi devisa

Pertanian juga mempunyai kontribusi yang besar terhadap peningkatan devisa, yaitu lewat peningkatan ekspor dan atau pengurangan tingkat ketergantungan Negara tersebut terhadap impor atas komoditi pertanian. Komoditas ekspor pertanian Indonesia cukup bervariasi mulai dari getah karet, kopi, udang, rempah-rempah, mutiara, hingga berbagai macam sayur dan buah.

Peran pertanian dalam peningkatan devisa bisa kontradiksi dengan perannya dalam bentuk kontribusi produk. Kontribusi produk dari sector pertanian terhadap pasar dan industri domestic bisa tidak besar karena sebagian besar produk pertanian di ekspor atau sebagian besar kebutuhan pasar dan industri domestic disuplai oleh produk-produk impor. Artinya peningkatan ekspor pertanian bisa berakibat negative terhadap pasokan pasar dalam negeri, atau sebaliknya usaha memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri bisa menjadi suatu factor penghambat bagi pertumbuhan ekspor pertanian. Untuk mengatasinya ada dua hal yang perlu dilakukan yaitu menambah kapasitas produksi dan meningkatkan daya saing produknya. Namun bagi banyak Negara agraris, termasuk Indonesia melaksanakan dua pekerjaan ini tidak mudah terutama karena keterbatasan teknologi, SDM, dan modal.

Kontribusi terhadap produktivitas

Banyak orang memperkirakan bahwa dengan laju pertumbuhan penduduk di dunia yang tetap tinggi setiap tahun, sementara lahan-lahan yang tersedia untuk kegiatan-kegiatan pertanian semakin sempit, maka pada suatu saat dunia akan mengalami krisis pangan (kekurangan stok), seperti juga diprediksi oleh teori Malthus. Namun keterbatasan stok pangan bisa diakibatkan oleh dua hal: karena volume produksi yang rendah ( yang disebabkan oleh faktor cuaca atau lainnya), sementara permintaan besar karena jumlah penduduk dunia bertambah terus atau akibat distribusi yang tidak merata ke sluruh dunia.

Mungkin sudah merupakan evolusi alamiah seiring dnegan proses industrialisasi dimana pangsa output agregat (PDB) dari pertanian relatif menurun, sedangkan dari industri manufaktur dan sektor-sektor skunder lainnya, dan sektor tersier meningkat. Perubahan struktur ekonomi seperti ini juga terjadi di Indonesia. Penurunan kontribusi output dari pertanian terhadap pembentukan PDB bukan berarti bahwa volume produksi berkurang (pertumbuhan negatif). Tetapi laju pertumbuhan outputnya lebih lambat dibandingkan laju pertumbuhan output di sektor-sektor lain.

Bukan hanya dialami oleh Indinesia tetapi secara umum ketergantungan negara agraris terhadap impor pangan semakin besar, jika dibandingkan dengan 10 atau 20 tahun yang lalu, misalnya dalam hal beras. Setiap tahun Indonesia harus mengimpor beras lebih dari 2 juta ton. Argumen yang sering digunakan pemerintah untuk membenarkan kebijakan M-nya adalah bahwa M beras merupakan suatu kewajiban pemerintah yang tak bisa dihindari, karena ini bukan semata-mata hanya menyangkut pemberian makanan bagi penduduk, tapi juga menyangkut stabilitas nasional (ekonomi, politik, dan sosial).

Kemampuan Indonesia meningkatkan produksi pertanian untuk swasembada dalam penyediaan pangan sangat ditentukan oleh banyak faktor eksternal maupun internal. Satu-satunya faktor eksternal yang tidak bisa dipengaruhi oleh manusia adalah iklim, walaupun dengan kemajuan teknologi saat ini pengaruh negatif dari cuaca buruk terhadap produksi pertanian bisa diminimalisir. Dalam penelitian empiris, factor iklim biasanya dilihat dalam bentuk banyaknya curah hujan (millimeter). Curah hujan mempengaruhi pola produksi, pola panen, dan proses pertumbuhan tanaman. Sedangkan factor-faktor internal, dalam arti bisa dipengaruhi oleh manusia, di antaranya yang penting adalah lusa lahan, bibit, berbagai macam pupuk (seperti urea, TSP, dan KCL), pestisida, ketersediaan dan kualitas infrastruktur, termasuk irigasi, jumlah dan kualitas tenaga kerja (SDM), K, dan T. kombinasi dari faktor-faktor tersebut dalam tingkat keterkaitan yang optimal akan menentukan tingkat produktivitas lahan (jumlah produksi per hektar) maupun manusia (jumlah produk per L/petani). Saat ini Indonesia, terutama pada sektor pertanian (beras) belum mencukupi kebutuhan dalam negeri. Ini berarti Indonesia harus meningkatkan daya saing dan kapasitas produksi untuk menigkatkan produktivitas pertanian.

By ehajulaeha027 Dikirimkan di Tugas

About Algae

ABOUT ALGAE

MORFOLOGI ALGAE

Algae adalah kumpulan organisme eukariotik uniseluler yang dapat melakukan fotosintesis. Algae termasuk dalam kingdom Protista (organisme eukariotik uniseluler), dan memiliki divisi Chlorophyta (memiliki klorofil). Adanya klorofil membuat Algae bersifat autotrof, yaitu dapat menghasilkan karbohidratnya sendiri seperti tumbuhan. Walaupun memiliki klorofil, Algae tidak selalu berwarna hijau karena bisa saja memiliki pigmen lain seperti karotenoid (jingga), phycoeritrin (merah) dan xantofill. Terkadang warna-warna pigmen lain ini lebih dominan sehingga menutupi warna hijau klorofil dan akibatnya Algae tidak berwarna hijau (Singleton dan Sainsbury, 2006).

Algae dapat hidup sebagai uniseluler soliter, namun dapat juga membentuk koloni berbentuk filament, bola, hingga berbentuk multiseluler seperti tumbuhan. Algae memiliki habitat yang bervariasi dari laut, badan air tawar (kolam, danau) dan tanah, tetapi syarat utama untuk habitat Algae adalah memiliki kelembaban yang tinggi. Beberapa jenis Algae laut hidup bersimbiosis dengan koral, kerang raksasa atau sponge. Algae ini menyediakan karbohidrat bagi simbionnya, sementara Algae mendapat perlindungan dan tempat tinggal. Bentuk simbiosis Algae di daratan adalah lichen (lumut kerak) yang merupakan simbiosis Algae dan fungi (Schooley, 1997).

Algae memiliki kesamaan dengan tumbuhan antara lain memiliki klorofil a dan b serta pigmen aksesoris yaitu karotenoid, juga menyimpan makanan dalam bentuk amilum dan memiliki dinding sel yang terbuat dari selulosa. Kemiripan ini mengindikasikan bahwa secara evolusioner, Algae adalah nenek moyang dari tumbuhan (Postlethwait dan Hopson, 2006).

Algae berkembangbiak baik dengan jalur seksual maupun aseksual. Kedua fase ini sama-sama menggunakan spora. Pada jalur aseksual, sporanya diploid dan pada jalur seksual, sporanya haploid. Satu individu Algae hanya dapat memiliki sifat jantan atau betina, tidak dapat kedua-duanya. Spora Algae bersifat motil, yaitu dapat bergerak aktif karena memiliki flagel. Spora ini akan berenang hingga mencapai suatu tempat, kemudian akan tumbuh menjadi individu baru. (Purves dan Sadava. 2003).

Algae memiliki berbagai peran penting dalam kehidupan. Fotosintesis Algae adalah sumber utama oksigen di ekosistem lautan. Algae juga berperan sebagai produsen dalam rantai makanan komunitas perairan. Beberapa genus Algae seperti Spirullina dan Chorella memiliki kadar protein yang tinggi, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai Protein Sel Tunggal. Algae juga digunakan sebagai bahan pembuatan agar dan sumber karageenan. Selain itu, Algae juga memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi sehingga dapat dijadikan sumber biofuel (Robinson, 2001).

KLASIFIKASI ALGAE

Menurut Harold C. Blod (1977) dalam karyanya The Plant Kingdom mengelompokkan alga dalam beberapa klasifikasi yaitu:

  1. Cholorophyta (Green Algae)

Alga hijau merupakan kelompok besar (lebih dari 7000 species) yang anggotanya terdiri dari alga hijau yang hidup sebagai plankton air tawar dan sebagian kecil di air laut. Alga hijau memiliki struktur dinding sel yang mirip dengan tumbuhan darat, dan memiliki pigmen.

  • Ciri-ciri
  1. Ada yang bersel satu, ada yang membentuk koloni. Diantara species Chlorophyta yang paling sederhana uniselluler adalah chlamydomonas, sedangkan yang lebih kompleks umumnya berkoloni.
  2. Bentuk tubuh ada yang bulat, filament, lembaran dan ada yang menyerupai tumbuhan tinggi.
  3. Bentuk dan ukuran kloroplas beraneka ragam, ada yang seperti mangkok, jala atau bintang. Didalam kloroplas terdapat  ribosom dan DNA. Selain itu terdapat pirenoid sebagai tempat penyimpanan hasil asimilasi yang berupa tepung dan lemak. Organel lainnya adalah badan Golgi, mitokondria, dan retikulum endo-plasma.
  • Habitat

Habitat alga 90% hidup di air tawar dan sisanya berada di air laut, tanah-tanah yang basah, tetapi Ada pula beberapa yang hidup di tempat yang kering.

  • Cara Hidup

Alga hijau hidup secara autotrof (dapat membuat makanan sendiri). Alga ini berwarna hijau karena adanya klorofil a, b, beta-karoten, dan santofil. Ada pula yang bersimbiosis (bergabung) dengan jamur membentuk lumut kerak.

  • Reproduksi

Reproduksi aseksual terjadi dengan pembentukan zoospora, yaitu spora yang dapat bergerak atau berpindah tempat. Zoospora berbentuk seperti buah pir yang memiliki dua sampai empat bulu cambuk, vakuola kontraktil, dan satu bintik mata berwarna merah (stigma).

Reproduksi seksual berlangsung dengan konjugasi, yaitu bersatunya zigospora. Zigospora tidak mempunyai alat gerak.

  • Contoh

Chlorococcum sp

Chlorococcum sp     

  1. Phaeophyta (Brown algae)

Phaeophyta atau Alga cokelat merupakan alga yang memiliki talus terbesar dibandingkan jenis alga lainnya. Pada kondisi yang sesuai, Macrocystis sp. atau alga cokelat raksasa dapat mencapai panjang 100 meter dan kecepatan tumbuh mencapai 15 cm per hari. Alga cokelat yang sering ditemukan di tepi pantai sedang mengalami fase diploid dari siklus hidupnya.

Warna alga cokelat ditimbulkan oleh adanya pigmen cokelat (fukosantin) yang secara dominan menyelubungi warna hijau dari klorofil pada jaringan. Selain fukosantin, alga cokelat juga mengandung pigmen lain seperti klorofil a, klorofil c, violasantin, beta-karoten, dan diadinosantin.

  • Ciri-ciri
  1. Ukuran talus mulai dari mikroskopis sampai makroskopis. Berbentuk tegak, bercabang, atau filamen tidak bercabang.
  2. Memiliki kloroplas tunggal. Ada kloroplas yang berbentuk lempengan diskoid (cakram) dan ada pula yang berbentuk benang.
  3. Memiliki pirenoid yang terdapat di dalam kloroplas. Pirenoid merupakan tempat menyimpan cadangan makanan. Cadangan makanan yang terdapat pada alga ini berupa laminarin.
  4. Bagian dalam dinding sel tersusun dari lapisan selulosa, sedangkan bagian luar tersusun dari gumi. Pada dinding sel dan ruang antarsel terdapat asam alginat (algin).
  5. Mempunyai jaringan transportasi air dan zat makanan yang analog dengan jaringan transportasi pada tumbuhan darat.
  • Habitat

Alga cokelat umumnya hidup di air laut, terutama laut yang bersuhu agak dingin dan sedang. Hanya ada beberapa jenis alga cokelat yang hidup di air tawar.

Di daerah subtropis, alga cokelat hidup di daerah intertidal, yaitu daerah literal sampai sublitoral. Di daerah tropis, alga cokelat biasanya hidup di kedalaman 220 meter pada air yang jernih.

  • Cara Hidup

Alga cokelat bersifat autotrof. Foto-sintesis terjadi di helaian yang menyerupai daun. Gula yang dihasilkan ditransportasikan ke tangkai yang menyerupai batang.

  • Reproduksi

Reproduksi pada alga cokelat terjadi secara aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual dengan pembentukan zoospora berflagela dan fragmentasi, sedangkan reproduksi seksual terjadi secara oogami atau isogami. Reproduksi seksual alga cokelat hampir serupa dengan pembiakan generatif tumbuhan tingkat tinggi. Contohnya adalah reproduksi pada Fucus vesiculosus. Selain berkembang biak secara aseksual dengan fragmentasi, Fucus vesiculosus juga berkembang biak dengan cara seksual dengan oogami.

  • Contoh

 1

  1. Rhodopyta (Red algae)

Alga merah berwarna merah sampai ungu, tetapi ada juga yang  kemerah-merahan. Kromatofora berbentuk cakram atau lembaran dan mengandung klorofil a, klorofil b, serta karotenoid. Akan tetapi, warna lain tertutup oleh warna merah fikoeritrin sebagai pigmen utama yang mengadakan fluoresensi. Jenis Rhodophyta tertentu memiliki fikosianin yang memberi warna biru.

  • Ciri-ciri
  1. Talus berupa helaian atau berbentuk seperti pohon.
  2. Tidak memiliki flagela.
  3. Dinding sel terdiri dari komponen yang berlapis-lapis. Dinding sel sebelah dalam tersusun dari mikrofibril, sedangkan sisi luar tersusun dari lendir. Komponen kimia mikroribril terutama adalah xilan, sedangkan komponen kimia dinding mikrofibril luarnya adalah manan. Dinding sel alga merah mengandung polisakarida tebal dan lengket yang bernilai komersial.
  4. Memiliki pigmen fotosintetik fikobilin dan memiliki pirenoid yang terletak di dalam kloroplas. Pirenoid berfungsi untuk menyimpan cadangan makanan atau hasil asimilasi. Hasil asimilasinya adalah sejenis karbohidrat yang disimpan dalam bentuk tepung fluorid, fluoridosid (senyawa gliserin dan galaktosa), dan tetes minyak. Tepung fluorid jika ditambah lodium menunjukkan warna kemerah-merahan.
  • Habitat

Alga merah umumnya hidup di laut yang dalam, lebih dalam daripada tempat hidup alga cokelat. Sepertiga dari 2500 spesies yang telah diketahui, hidup di perairan tawar dan ada juga yang hidup di tanah. Biasanya organisme ini merupakan penyusun terumbu karang laut dalam.

Alga merah berperan penting dalam pembentukan endapan berkapur, baik di lautan maupun di perairan tawar.

  • Cara Hidup

Alga merah umumnya bersifat autotrof. Akan tetapi ada pula yang heterotrof, yaitu yang tidak memiliki kromatofora dan biasanya bersifat parasit pada alga lain.

  • Reproduksi

Alga merah dapat bereproduksi secara seksual dan aseksual. Reproduksi seksual terjadi melalui pembentukan dua anteridium pada ujung-ujung cabang talus. Anteridium menghasilkan gamet jantan yang disebut spermatium. Gametangium betina disebut karpogonium yang terdapat pada ujung cabang lain.

Reproduksi aseksual terjadi dengan membentuk tetraspora. Tetraspora akan menjadi gametangium jantan dan gametangium betina. Gametangium jantan dan betina akan bersatu membentuk karposporofit. Karposporofit kemudian menghasilkan tetraspora.

  • Contoh

23

Baca lebih lanjut